Senin, 24 Juni 2024

Analisis Semiotika Tentang Cover Buku Seri Harry Potter.

Analisis Semiotika Tentang Cover Buku Harry Potter.




Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna dan simbolisme yang terkandung dalam cover buku seri Harry Potter menggunakan pendekatan semiotika. Cover buku, sebagai elemen visual yang signifikan, memainkan peran penting dalam menarik perhatian pembaca dan menyampaikan pesan tersembunyi yang berkaitan dengan isi cerita. Dengan menerapkan teori semiotika dari Roland Barthes dan Charles Sanders Peirce, penelitian ini mengkaji tanda-tanda dan simbol-simbol yang ada pada elemen visual seperti warna, gambar, tipografi, dan tata letak. Penelitian ini menemukan bahwa setiap elemen visual pada cover tidak hanya memiliki fungsi estetika, tetapi juga menyampaikan makna mendalam yang terkait dengan tema utama cerita, seperti perjuangan antara kebaikan dan kejahatan, kematian, dan kekuatan persahabatan. Temuan menunjukkan bahwa cover buku digital ini tidak hanya berfungsi sebagai daya tarik visual, tetapi juga sebagai medium yang efektif dalam menyampaikan narasi dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita. Analisis ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang peran semiotika dalam desain cover buku dan bagaimana elemen-elemen visual dapat mempengaruhi persepsi dan interpretasi pembaca.

Pendahuluan

Cover buku merupakan elemen penting dalam industri penerbitan, berfungsi sebagai wajah pertama yang dilihat oleh calon pembaca dan memainkan peran krusial dalam menarik minat serta mengkomunikasikan esensi cerita yang terdapat di dalamnya. Seiring dengan perkembangan teknologi digital, desain cover buku juga mengalami transformasi signifikan, termasuk dalam edisi digital dari seri buku populer. Salah satu contoh yang menonjol adalah cover buku digital "Harry Potter and The Deathly Hallows," buku ketujuh dari seri Harry Potter karya J.K. Rowling.

Sebagai buku penutup dari seri yang sangat populer, "Harry Potter and The Deathly Hallows" membawa beban naratif yang besar, menyatukan berbagai alur cerita dan karakter dalam klimaks yang dramatis. Cover buku, oleh karena itu, diharapkan mampu mencerminkan intensitas, tema, dan nilai-nilai yang terkandung dalam narasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis cover buku digital tersebut melalui pendekatan semiotika, yang memungkinkan kita untuk mengungkap makna tersembunyi di balik elemen-elemen visual yang digunakan.

Pendekatan semiotika, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes, menawarkan kerangka kerja yang berguna untuk memahami bagaimana tanda dan simbol bekerja dalam komunikasi visual. Dengan menganalisis elemen-elemen seperti warna, gambar, tipografi, dan tata letak, kita dapat mengidentifikasi pesan-pesan implisit yang disampaikan oleh cover buku dan bagaimana mereka berinteraksi dengan narasi utama.

Keterpaduan  berbagai  unsur intrinsik akan menjadikan sebuah novel menjadi  bagus  dan  menjadikan novel tersebut menjadi novel laris (best seller). Salah  satu  novel  yang termasuk  novel terlaris sepanjang sejarah  adalah novel “Harry  Potter”  karya  J.K Rowling.Novel  ini  telah  diterjemahkan ke dalam lebih dari 73 bahasa di seluruh dunia,  dan  menjadi  best  seller  dengan 400  juta  eksemplar telah  terjual  di seluruh dunia. Novel  “Harry  Potter”merupakan novel  fantasi  mengisahkan  tentang petualangan  seorang  penyihir  remaja bernama  Harry  Potter  bersama sahabatnya,  Ronald  Weasley dan Hermione  Granger,  yang  merupakan pelajar di  Sekolah Sihir  Hogwarts. Inti cerita  dalam novel-novel  ini  berpusat pada  upaya  Harry  untuk  mengalahkan penyihir  hitam  jahat  bernama  Lord Voldemort,  yang  berambisi  untuk menjadi  makhluk  abadi,  menaklukkan dunia sihir, menguasai orang-orang non penyihir, dan  membinasakan siapa pun yang  menghalangi  jalannya,  terutama Harry Potter.

Begitu  pula  dengan  sampul  novel “Harry  Potter”.  Novel  ini  memiliki berbagai  macam  desain sampul  yang berbeda di setiap negara. Bahkan dalam 1  negara  juga  terdapat  desain  sampul yang berbeda untuk edisi-edisi tertentu. Oleh  karenanya  menarik  untuk dilakukan  penelitian  terkait  hal ini. Penulis  meneliti  desain  sampul  novel “Harry  Potter”  edisi  Amerika  yang pertama  kali dikeluarkan  dan  sampul 15th  anniversary  edition  yang dikeluarkan 15 tahun kemudian.

Pembahasan

Novel “Harry Potter” adalah novel fantasi  yang  sangat  populer  diseluruh dunia  karangan  J.K Rowling (Joanne Kathleen Rowling), seorang perngarang asal  Inggris.  Ia  mulai  menciptakan cerita mengenai Harry Potter pada tahun 1990.  Novel  “Harry  Potter”  pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada 1 September 1998 oleh ScholasticPress. Karena kepopulerannya, cerita ini sudah disadur dalam 73bahasa dan sampulnya sudah banyak diilustrasikan ulang.

Novel  ini  mengisahkan  tentang petualangan  seorang  penyihir  remaja bernama  Harry  Potter bersama sahabatnya,  Ronald  Weasley  dan Hermione  Granger,  yang  merupakan pelajar di  Sekolah Sihir  Hogwarts. Inti cerita  dalam  novel-novel  ini  berpusat pada  upaya  Harry  untuk  mengalahkan penyihir  hitam  jahat  bernama  Lord Voldemort,  yang  berambisi  untuk menjadi  makhluk  abadi, menaklukkan dunia  sihir,  menguasai  orang-orang nonpenyihir,  dan  membinasakan siapapun  yang menghalangi  jalannya, terutama  Harry  Potter. Novel “Harry Potter”  dibuat  dalam  tujuh  seri  yang selalu  menempati  penjualan  buku teratas dunia. Sampul  novel  “Harry Potter” menggunakan ilustrasi yang  merupakan penggambaran dari cerita yang ada pada seri  novel  tersebut  sehingga  dapat menggambarkan  peristiwa  yang diceritakan  pada  novel.  Walaupun sampul disetiap negara memiliki desain dan ilustrasi yang berbeda tetapi desain sampul  selalu  menggunakan  ilustrasi dari  cerita  pada novel. Sehingga  ada korelasi antara desain sampul dengan isi novel.

Di Amerika dan di beberapa negara di  dunia  menggunakan  logo  Harry Potter  yang berbeda  dengan logo yang digunakan  di  Inggris.  Logo  ini  juga digunakan pada film Harry Potter  yang dibuat  oleh Warner  Bross.  Logo  ini sangat unik dan memiliki ciri khas dari Harry  Potter  yaitu  huruf  ‘P’  yang berbentuk  seperti  petir  yang  juga merupakan bekas luka pada dahi Harry Potter.

(Logo Harry Potter)


(Sampul Original)

Pada  sampul novel  “Harry Potter” yang  pertama  kali  dikeluarkan  di Amerika,  menggunakan Ilustrasi  hand drawing  yang  dibuat  oleh  seorang ilustrator  asal  Amerika  yaitu  Mary GrandPré.Style  yang digunakan  adalah kartunis dan deformatif. Layout  yang  digunakan  pada sampul  novel  edisi  original  ini  adalah rata  tengah dengan  logo/identitas buku terletak  di  paling atas  dengan  warna yang  disesuaikan  dengan  tema  seri novel, judul  seri terletak di bawah dari logo dan dengan tipografi yang beragam juga  disesuaikan  dengan  tema  dari  isi novel  tersebut,  serta nama  pengarang terletak di paling bawah buku. Warna  yang  digunakan  pada ilustrasi sampul cenderung beragam dan berwarna-warni  sehingga  sangat menarik.


(Sampul 15th Anniversarry Edition)

Untuk  memperingati  15  tahun terbitnya novel Harry Potter, Scholastic Press sebagai penerbit  dari serial novel “Harry  Potter”,  menerbitkan  novel “Harry  Potter”  dengan  desain  sampul yang  baru. Ilustrasi  pada  edisi  ini merupakan digital painting yang dibuat oleh  seorang  ilustrator  dari  Jepang bernama  Kazu  Kibuishi.  Style  yang digunakan  dipengaruhi  oleh  style manga. Layout dari sampul edisi ini masih menggunakan  rata  tengah  seperti dahulu,  akan tetapi  terdapat perubahan pada penempatan  logo,  judul  seri maupun  penulis.  Nama  pengarang diletakan  paling  atas.  Logo diletakan dua  pertiga  buku  dan  dibawah  logo terdapat  judul seri  novel. Berbeda  dari desain sampul  sebelumnya, logo,  judul seri  dan  nama  pengarang  disetiap serinya  menggunakan  font  dan warna yang sama, yaitu warna putih. Warna ini sangat  kontras  dengan  ilustrasi  yang digunakan. Tidak  seperti  ilustrasi  novel  edisi original yang lebih cerah dan berwarna-warni, novel edisi ini cenderung memiliki  warna yang gelap dan suram yang  menggambarkan  dunia  sihir.


Metode Penelitian

Untuk  dapat  melakukan  penelitian ini,  penulis  menggunakan  metode penelitian  kualitatif deskriptif  dengan pendekatan studi literatur/pustaka. Studi pustaka  adalah  teknik  pengumpulan data  dengan melakukan  penelaahan terhadap  berbagai  buku,  literatur, catatan,  serta  berbagai  laporan  yang berkaitan  dengan  masalah  yang  ingin dipecahkan.  Studi ini  diperlukan untuk mengetahui  sampai mana  ilmu  yang berhubungan  dengan  penelitian  telah berkembang,  sampai  mana  terdapat kesimpulan  dan  generalisasi  yang pernah  dibuat  sehingga  situasi  yang diperlukan diperoleh (Nazir, p93). Setiap  obyek  kultural  merupakan gejala  multidimensi  sehingga  dapat dianalisis  lebih  dari satu  kali  secara berbeda-beda,  baik  oleh  orang  yang sama maupun berbeda (Prastowo, p81). Sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai sampul novel Harry Potter di berbagai negara  mengingat terkenalnya novel  ini  dan  keberagaman  desain sampul novel ini. Studi literatur ini akan mencermati mengenai  visual  dari  desain  sampul tujuh  seri  novel  Harry  Potter  edisi Amerika edisi lama (original) dan edisi baru  (15th  anniversary  edition).  Dua desain  sampul  ini  didesain  oleh  dua orang yang berbeda, baik dari segi style, teknik maupun kultur. Penulis  akan  menggunakan beberapa cara  seperti  pengamatan langsung,  analisis  data,  materi  visual novel, dokumen dan laporan, serta bukti fisik lainnya.

Kesimpulan

Pada  umumnya,  sampul  sebuah  buku atau  novel  berisi  ilustrasi  yang menggambarkan  cerita  atau isi  buku, Logo atau identitas buku, judul maupun sub judul, nama pengarang, sinopsis isi buku pada bagian belakang sampul dan logo dari penerbit. Ilustrasi pada sampul buku bertujuan untuk memberikan suatu ciri khas dan identitas sebuah buku yang dapat  menarik  minat  audience  untuk membeli  buku  tersebut.  Ilustrasi  pada sampul  buku  memiliki  gaya  yang bermacam-macam tergantung  dari ilustrator  seperti  gaya  realis, ekspresionis,  kartun,  manga,  dekoratif, karikaturis dan sebagainya. Selain ilustrasi, layout dan penggunaan tipografi  pada  sampul  buku  juga berpengaruh untuk menarik minat baca. Penggunaan tipografi yang readable dan sesuai  dengan  tema  dan  unik akan memberikan  nilai  tambah  pada  desain sampul  buku.  Pewarnaan  juga  dapat memberikan kesan  yang  ingin ditampilkan pada buku.  Novel  “Harry  Potter”  baik  original edition  maupun  15th anniversary editionmemiliki  unsur-unsur  tersebut. Walaupun terdapat perbedaan gaya pada ilustrasi sampul buku, tetapi kedua edisi sampul  ini  berusaha  menggambarkan dan  menceritakan  peristiwa penting dalam setiap seri novel.  Tipografi yang digunakan pada sampul novel  15th  anniversary edition  juga memiliki  tingkat  keterbacaan  yang tinggi  dengan  warna  putih yang  netral dan kontras dengan ilustrasi  yang rata-rata  berwarna  gelap.  Walaupun  pada original edition tipografi pada judul seri tingkat  keterbacaanya  tidak  setinggi edisi  baru,  tetapi  masih  dapat  terbaca dan  memiliki makna  dibalik  tipografi dekoratif yang digunakan. Warna  yang  digunakan  pada  sampul novel “Harry  Potter”  pada  kedua  edisi tersebut dominan menggunakan warna-warna  gelap  seperti  hitam, biru  tua, merah  dan  sebagainya  yang memberikan  suasana  dunia  sihir.Akan tetapi warna yang digunakan pada novel edisi  original  memiliki  warna  yang lebih beragam.


DAFTAR PUSTAKA
https://tokopresentasi.com/jasa-desain-buku/pentingnya-desain-cover-buku/
https://www.researchgate.net/publication/335838619_ANALISIS_VISUAL_SAMPUL_NOVEL_HARRY_POTTER_KARYA_JK_ROWLING_EDISI_AMERIKA_ORIGINAL_DAN_15TH_ANNIVERSARY_EDITION
https://media.neliti.com/media/publications/248832-gambar-ilustrasi-sampul-novelharry-potte-2dbbb96c.pdf

Minggu, 09 Juni 2024

LITERATURE REVIEW : Kumpulan Literature Review, tentang Jurnal Seputar Komik.



JURNAL 1
Judul : System Rekomendasi Manga (Komik jepang) menggunakan metode Content-based filtering.
Penulis : Maharani Putri Suaria dan Ketut Gede Suhartana.
Link : https://ojs.unud.ac.id/index.php/jlk/article/view/92558/48455 

Komik Jepang merupakan salah satu budaya yang berasal dari Negara Jepang yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia terutama anak-anak hingga remaja yang mudah ditemui baik secara fisik yang biasanya terdapat ditoko buku atau secara digital yang dapat diakses secara daring (online), dengan ciri khas berupa teknis penggambaran tokoh yang biasanya memiliki  mata bulat lebar serta ukuran hidung dan mulut yang kecil, penggambaran latar belakang yang penuh dengan gambar dan tulisan dengan tujuan untuk menekankan situasi di dalam cerita, serta bentuk dan urutan panel cerita yang cenderung dinamis. Manga(漫画) (dibaca sebagai: man-ga atau ma-ng-ga) adalah sebutan untuk komik dalam Bahasa Jepang, sedangkan untuk yang menggambar manga disebut sebagai Mangaka(漫画家)(dibaca sebagai : man-ga-ka  atau  ma-ng-ga-ka), sehingga diluar Negara Jepang kata Manga ini digunakan secara khusus untuk menyatakan bahwa komik yang sedang dibahas berasal dari Negara Jepang. Osamu Tezuka (1928-1989) adalah seseorang yang sangat berpengaruh di dunia Manga dengan karyanya yang terkenal, yaitu “Astro  Boy” dan manga adaptasi dari novel “Treasure Island” ciptaan Robert Louis Stevenson. Tezuka disebut sebagai "Bapak Manga" karena ia telah menciptakan manga yang sangat banyak (700 manga dengan kurang lebih 170.000 halaman) dan ia juga dianggap sebagai pionirteknik dan genre dalam Manga. Pada tahun 1960-an, majalah komik untuk remaja muncul seperti contohnya Manga Action (1967) dan Young Comic (1967). Majalah-majalah komik tersebut pada umumnya memiliki tebal sekitar 200-850 halaman. Kemudian cerita-cerita dari majalah tersebut disatukan dan dicetak menjadi buku berukuran biasa, yang bernama “tankoubun” yang artinya volume. Tankoubunini yang akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa negara lain, termasuk Negara Indonesia. Kemudian dari tankoubun, Manga juga ikut diterjemahkan, dan manga yang sangat populer yang biasanya diadaptasi menjadi Anime (animasi  kartun  buatan  Jepang). Berkat Anime inilah penyebaran Manga ke luar negeri juga semakin meningkat, apalagi di era saat ini yang sudah menggunakan internet, penyebaran dan pengaksesan manga dapat dilakukan dengan sangat mudah tanpa perlu mencari bentuk fisik dari manga yang diinginkan di toko buku.

Metode penelitian :

- Rancangan Penelitian, Sebelum  memulai  penelitian,  dibuat  rancangan penelitian  sebagai  alur  untuk  memudahkan dalam  melakukan  penelitian  penggunaanmetode Content-based  filtering untuk  membuat sistem rekomendasi manga.

- Penelitian, Pengambilan dan Pembersihan dataset-dataset yang digunakan berasal dari website Kaggle, dimana dataset ini berformat file CSV. Dataset ini memiliki 1000 data manga yang bersumber dari situs MyAnimeList. Setelah dataset diunduh, dataset dicek dan dibersihkan seperti menghapus komik-komik yang tidak termasuk manga dan manga yang judulnya duplikat, maka jumlah akhir  dari dataset manga yang digunakan adalah 935.

- Tokenisasi. Tokenisasi bertujuan untuk memecah kalimat menjadi kata-kata terpisah, termasuk juga untuk menghilangan simbol-simbol kata di dalam kalimat  sehingga menjadi token. Bagian yang dilakukan tokenisasi di dataset ini adalah pada genre manga.

- TF-IDF Metode. TF-IDF adalah metode pemberian bobot untuk hubungan sebuah kata dengan dokumen. Jika TF berfungsi untuk mengukur frekuensi kata yang ada didalam sebuah dokumen dengan tetap memerhatikan panjangnya dokumen,  maka  IDF yang  merupakan kebalikan dari DF(Document Frequency) berfungsi untuk menunjukkan kedekatan suatu token(kata) dengan dokumen. IDF akan bernilai rendah jika sebuah kata sering muncul di dalam dokumen.

- Content-based Filtering Sistem  rekomendasi content-based  filtering ini memberikan  rekomendasi suatu  hal untuk pengguna yang berdasarkan pada hal-hal atau item yang disukai oleh pengguna dan atribut-atribut yang ada di item tersebut. Item yang akan direkomendasikan akan memiliki aspek-aspek yang serupa dengan aspek yang terkandung di dalam item yang disukai pengguna, yang dimana hal ini dapat dilakukan dengan cara menghitung similarity antara kedua item tersebut.

- Precision Testing. Precision testing digunakan untuk mengetahui seberapa besar  ketepatan rekomendasi yang diberikan  dengan  input  yang  diberikan  oleh  pengguna.  Oleh  karena  itu, precision  testing ini penting  untuk  mengetahui  apakah  sistem  rekomendasi  yang  telah  dibuat  mampu  untuk memberikan rekomendasi yang baik untuk pengguna. Persamaan dariprecision: 푃푟푒푐푖푠푖표푛=푇푃푇푃+퐹푃Keterangan: TP = true positive (jumlah output yang sesuai / relevan) FP = false negative (sisa dari keseluruhan output).

Hasil dan Pembahasan :
Tokenisasi Genre Manga. Tujuan  dari  melakukan  tokenisasi  genre  manga  adalah  memecah  genre-genre  yang  ada  di dalam  sebuah  manga  sehingga  menjadi  token  yang  berguna  dalam  mengekstrak  makna  dari genre tersebut, sehingga akan mudah untuk dilakukan pencarian kesamaan satu manga dengan manga lainnya berdasarkan genre.


JURNAL 2
Judul : Pengembangan Media Komik Untuk Efektifitas dan Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Materi Perubahan Lingkungan Fisik.
Penulis : Ambaryani, Gamaliel Septian Airlanda.
Link : https://media.neliti.com/media/publications/122239-ID-pengembangan-media-komik-untuk-efektifit.pdf

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media komiksebagai media pembelajaran IPA. Penelitian ini memfokuskan pada materi perubahan lingkungan fisik terhadap daratan kelas 4 SD. Jenis penelitian yang digunakan adalah Research  and Development (RnD) dan menggunakan model pengembangan ADDIE. Model pengembangan ADDIE memiliki tahapan Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Subjek penelitian ini sebanyak 37 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa uji pakar/validasi pakar, tes, nontes. Hasil penelitian menunjukkan produk yang dihasilkan: (1) Media komik Menemukan Perubahan Lingkungan disekitarku berdasarkan model pembelajaran discovery learning. (2) Kevalidan media komik ditunjukkan dengan hasil uji ahli/uji pakar materi dan media. Pada uji pakar materi diperoleh skor 76% dan pada uji ahli/ pakar media diperoleh skor 88% dengan kategori sangat baik. Keefektifan media komik ditunjukkan dengan hasil angket respon siswa diperoleh dengan skor 90% dan angket respon guru diperoleh skor 82% dengan kategori sangat baik. (3) Hasil belajar  kognitif terdapat peningkatan dari 60,54 menjadi 81,08.

Metode penelitian : 

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian pengembangan dengan model ADDIE yang terdiri dari tahap Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Penelitian dilaksanakan pada 27-29 April 2017 di kelas 4 SD Negeri 1 Ngagrong dan subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD Negeri 1 Ngagrong dengan jumlah 37 siswa.

Hasil dan pembahasan :
Penelitian ini menghasilkan produk berupa media komik “Menemukan Perubahan Lingkungan Disekitarku”untuk siswa kelas 4 SD pada materi perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Pengembangan ini dilakukan dengan model ADDIE sebagai berikut.

Analisis (Analysis)
1. Analisis Masalah. Analisis masalah di dapat dari hasil wawancara dengan guru kelas IV SDN 1 Ngagrong, adapun hasilnya dapat dijelaskan pada tabel 1 berikut.

a. Materi Perubahan Lingkungan Fisik  disampaikan dengan menggunakan beberapa contoh gambar-gambar dalam bentuk powerpoint dengan narasi seperlunya.

b. Model yang biasa digunakan dalam mengajar yaitu model direct learning (DL). Setelah menyampaikan tujuan pembelajaran saya (guru) langsung menyampaikan materi pembelajaran.

c. Kondisi terdapat pada proses pembelajaran yaitu pada awal pembelajaran semua siswa memperhatikan penjelasan guru, tetapi lama-lama beberapa siswa mulai menampilkan aktifitas yang bukanaktifitas belajar seperti main sendiri, berbicara dengan temannya, dan keluar masuk kelas untuk ijin ke kamar mandi.

d. Setelah menjelaskan materi, diadakan tanya jawab singkat secara klasikal untuk memantapkan penguasaan materi. Selain itu juga diberikan soal evaluasi.

e. KKM mata pelajaran IPA adalah 67. Upaya yang dilakukan guru jika nilai KKM tidak terpenuhi adalah siswa diminta menuliskan soal dan jawaban untuk dipelajari lagi dirumah dan dilakukan remidi. Persentase nilai yang didapat yaitu Tuntas 60% dan Belum Tuntas 40%.

2. Analisis Kebutuhan. Tahap ini dilakukan analisis kebutuhan terhadap hasil wawancara dengan guru.Perlu adanya pengembangan media pembelajaran, khusunya untuk mata pelajaran IPA. Media yang dikembangkan merupakan komikyang berisi muatan materi pembelajaran tentang faktor perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Media komik yang dikembangkan didesain untuk memberikan efek rileks pada anak dalam belajar memahami faktor perubahan lingkungan fisik terhadap daratan, anak juga dapat belajar dengan melihat animasi jalan dan membaca alur cerita komik yang disajikan sesuai dengan lingkungan belajar yang siswa temui.


JURNAL 3

Judul : Pemanfaatan Komik Sebagai Media Pembelajaran Sejarah Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa.
Penulis : Pramudya Gunawan, Sujarwo.
Link : file:///C:/Users/hp/Downloads/17948-Article%20Text-63056-1-10-20220630.pdf

Salah satu mata pelajaran yang menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan di abad 21 adalah pembelajaran proses pada mata pelajaran sejarah. Metode pembelajaran sejarah di kelas cenderung monoton dengan menggunakan metode ceramah membuat siswa mudah bosan dan kurang memahami materi. Di sisi lain, di sana adalah media komik bergambar, mudah dibawa, dan dibaca yang dapat memuat teks, gambar, dan adegan. Ini bisa menjadi sebuah media alternatif pembelajaran sejarah karena merangsang siswa untuk berkreasi, imajinatif, dan inovatif, serta mendorong mereka untuk mandiri.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat penggunaan komik sebagai media pembelajaran sejarah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan teknik analisis deskriptif. Peneliti mengumpulkan data dari sebelumnya studi yang relevan dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil penelitian yang telah dilakukan menggambarkan bahwa penggunaan media komik dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa secara signifikan.

Memasuki zaman abad ke-21 perkembangan teknologi semakin cepat mengalami kemajuan. Berbagai sektor di dalam masyarakat telah memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk mempermudah pekerjaan mereka, mulai dari sektor industri, transportasi, sampai sektor pelayanan umum dan perekonomian. Sektor Pendidikan juga tidak lepas akan pengaruh dari kemajuan teknologi ini. Sebagai salah satu sektor yang sangat diperlukan dan menjadi titik tumpu dalam perkembangan masyarakat, pendidikan perlu mengusahakan lebih jauh pemanfaatan teknologi dalam sistem pembelajarannya, hal ini dilakukan dalam upaya menyesuaikan dengan kondisi zaman sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Satu bagian penting dalam jalannya pendidikan yakni proses pembelajaran dan yang menjadi kunci dalam melaksanakan proses pembelajaran yang baik adalah penyampaian informasi kepada peserta didik. Kemajuan teknologi memungkinkan informasi untuk bergerak lebih cepat dengan bantuan jaringan internet. Salah satu ciri perkembangan teknologi dalam bidang pendidikan adalah penggunaan media pembelajaran yang semakin maju untuk menyampaikan informasi, contohnya seperti pemanfaatan proyektor dan power point, media film dan buku elektronik. Salah satu media penyampaian informasi yang berpotensi dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah komik, khususnya komik digital. Komik merupakan salah satu media penyampaian informasi yang cukup dikenal lama oleh masyarakat dalam bentuk cetak. Dengan kemajuan teknologi, bentuk komik semakin modern dalam bentuk digital sehingga dapat dibaca tanpa terbatas oleh waktu dan tempat dengan ponsel pintar. Walaupun pada mulanya komik hanya bersifat sebagai hiburan saja dan bersifat fiksi, tapi seiring perkembangan masyarakat muncul kategorikategori komik baru yang mampu memiliki unsur pendidikan di dalamnya seperti edukasi, fakta-fakta informasi, dan sebagainya. Mata pelajaran yang menjadi tantangan dalam jalannya pendidikan di abad-21 ini adalah mata pelajaran sejarah. Metode pembelajaran sejarah di dalam kelas cenderung bersifat monoton dengan menggunakan metode pembelajaran ceramah. Hal ini jelas saja membuat peserta didik menjadi mudah bosan dan tidak memahami materi dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuat pembelajaran sejarah lebih efektif seperti dengan memutarkan film dokumenter atau kunjungan ke museum. Namun, kedua hal tersebut memakan waktu persiapan dan pelaksanaan yang cukup lama serta memerlukan waktu dan media khusus untuk dilaksanakan. Di sisi lain, media komik yang bergambar, mudah dibawa dan dibaca serta dapat memuat teks, gambar dan adegan mampu merancang imajinasi siswa untuk menggambarkan ulang peristiwa masa lampau di dalam pikirannya sendiri dan dapat mencapai tingkat pembelajaran tertinggi, yakni pembelajaran mandiri. Melihat latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya sekaligus mempersempit bidan pembahasan agar tidak melebar. Maka, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pemanfaatan komik sebagai media pembelajaran sejarah dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik.

Metode Penelitian :
Penelitian ini menggunakan metode literature review dengan teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik tinjauan literatur sistematis untuk mengumpulkan berbagai data dan bahan yang bersumber dari artikel jurnal ilmiah terdahulu dalam pembatasan terbit 10 tahun terakhir dengan kata kunci “media”, “komik”, “pembelajaran”, dan “sejarah”. Metode ini dilakukan guna memperoleh data informasi yang bersifat teoritis dan sistematis.

Hasil dan pembahasan : 
Pembelajaran sejarah dikenal sebagai pembelajaran yang jenuh dan membosankan karena guru yang cenderung menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi dan kurangnya penggunaan media dalam proses pembelajaran. Diperlukan adanya kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh pendidik guna memaksimalkan proses pembelajaran sejarah yang terkenal membosankan. 
Dewasa ini, dengan seluruh kemajuan teknologi yang ada, perkembangan demi perkembangan terus terjadi di berbagai bidang, di antaranya adalah bidang pendidikan. Bidang pendidikan terus berbenah diri dalam meningkatkan kualitas dan kuantitasnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Beberapa hal yang berkembang di dunia pendidikan adalah program kampus merdeka, kekinian ilmu dan pengembangan media pembelajaran yang inovatif dan kreatif seiring menyesuaikan dengan kemajuan zaman. Satu media pembelajaran yang juga berkembang di era kemajuan teknologi ialah media cetak ataupun digital yang tidak hanya berupa buku teks tapi juga komik. Komik berkembang dari media hiburan menjadi media edukasi di bawah asuhan pendidikan. Komik dijadikan media dalam mentransfer materi dari guru kepada siswa. Keunikan dari komik yang memiliki gambar, karakter, warna, teks dan bahkan audio-visual dalam bentuk digitalnya memudahkan siswa dalam memaknai suatu informasi yang disusupi ke dalam komik. Kegiatan pembelajaran sejarah yang cenderung lampau dan kaku dapat dibawakan dalam bentuk komik dengan cerita-cerita yang mengisahkan tentang suatu peristiwa bersejarah. Banyak penelitian-penelitian yang telah membahas bahwa bagaimana komik dapat dijadikan sebagai media untuk pembelajaran sejarah dengan memasukkan cerita-cerita sejarah ke dalamnya sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dituju oleh pendidikan. Penelitian-penelitian terdahulu juga menerangkan bahwa hasil belajar siswa dengan memakai komik sebagai media belajar sejarah mengalami peningkatan, hal yang sama juga terjadi pada motivasi peserta didik yang meningkat dengan signifikan, sehingga memungkinkan bahwa komik dapat dijadikan bahan pendukung utama dalam media menyampaikan materi sejarah dan tidak terpaku pada metode ceramah yang membosankan. Walaupun banyak kelemahan dari penggunaan media komik ini seperti memerlukan persiapan yang cukup lama, perlu ada bakat khusus dalam menggambar komik atau menyusun cerita. Namun, mulai banyak bermunculan komik-komik cetak maupun digital yang mengangkat tema sejarah, selanjutnya tinggal tugas pendidik saja yang perlu memilah mana-mana saja komik yang cocok dan sesuai dengan materi ajar yang akan dituju untuk peserta didik.


JURNAL 4
Judul : Penggunaan Manga Humor Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Peneltian Bahasa Jepang.
Penulis : 
Akhmad Saifudin.
Link : 
file:///C:/Users/hp/Downloads/8711-18605-2-PB.pdf

Tulisan ini adalah hasil aktifitas pembelajaran mata kuliah Research Method in Linguistics di Program Studi Sastra Jepang Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Selama bertahun-tahun mengampu mata kuliah ini setiap tahunnya saya selalu menemukan permasalahan yang sama, yakni kesulitan mahasiswa dalam memilih topik dan permasalahan. Untuk membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam memunculkan ide penelitian, saya mengajak mahasiswa secara berkelompok melakukan penelitian kecil tentang eksplorasi penggunaan media manga humor dalam pembelajaran dan penelitian bahasa Jepang. Penelitian ini selain ditujukan sebagai trigger dalam menemukan ide penelitian sekaligus juga sebagai bahan untuk mempelajari dan memperdalam Bahasa Jepang. 

Penelitian ini mengambil manga sebagai objek karena manga adalah salah satu hasil budaya popular Jepang yang sangat popular dan sangat pesat perkembangannya. Kepopularan manga bahkan sampai membuat manga sebagai genre tersendiri yang dibedakan dengan komik pada umumnya. Manga mempunyai ciri khas terutama pada teknis penggambaran tokoh, penggambaran background yang penuh dengan gambar dan tulisan untuk menekankan situasi cerita, serta bentuk dan urutan panel cerita yang dinamis. Penggambaran tokoh pada manga pada umumnya digambarkan mempunyai mata yang bulat lebar dan ukuran hidung dan mulut yang kecil. Visualisasi raut muka, bentuk mata, rambut, dan bentuk tubuh dapat berubah-ubah sangat dinamis menyesuaikan situasi. Penggambaran background juga sangat dinamis dan kaya dengan ornament berupa goresan-goresan, tanda baca, maupun onomatopoeia. Bentuk panel gambar tidak harus selalu kotak dan seringkali gambar melewati batas garis panel. Selain karakter teknis yang dimiliki manga seperti tersebut di atas, di dalam manga juga terdapat konteks budaya. Konteks budaya ini adalah salah satu faktor utama mengapa Manga dijadikan media pembelajaran. Manga sering dikatakan sebagai refleksi dari kehidupan “nyata” masyarakat Jepang, karena diproduksi untuk konsumsi orang Jepang (Wasabi Brother, 1998). Manga juga disebut salah satu cara yang baik dalam mempelajari “kondisi Jepang” (Murakami, 2008), Manga juga merupakan media yang murah dan mudah diperoleh (Larose, 1993 dalam Okazaki, 1993). Manga, sebagai media visual Manga juga mempunyai konteks yang memungkinkan pengamatan terhadap partisipan percakapan dan situasinya (Kaneko, 2008). Kemudian dari segi konten bahasa, di dalam Manga banyak terdapat tuturan-tuturan langsung, pendek, dan tidak terlalu kompleks (Whiting, J, 2016).


Metode Penelitian : 
Data penelitian ini berupa 2 yonkoma manga yang masing-masing berjudul Kenmon ‘inspeksi” dan Toukoukyohi ‘gak mau ke sekolah’. Data diambil dari sumber data Living Japanese Through Comics. Studi dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada subjek yakni, mahasiswa sejumlah 30 orang untuk membaca dan mengamati secara detil ke dua judul manga. Mahasiswa kemudian diberikan sejumlah pertanyaan dan hasil jawaban dari pertanyaan tersebut didiskusikan di kelas. Adapun pertanyaan yang diberikan adalah sebagai berikut. 
1. Apakah Anda menyukai manga?
2. Apakah Anda tertarik dengan manga yang Anda baca?
3. Apa yang membuat Anda tertarik?
4. Jelaskan apa saja yang Anda temukan di dalam manga yang Anda baca.
5. Fenomena bahasa apa saja yang bisa ditemukan dalam manga yang Anda baca?
6. Apakah menurut Anda kita bisa belajar bahasa Jepang melalui manga? 7. Bagaimana cara yang menarik agar kita bisa belajar bahasa Jepang melalui manga?


Hasil dan pembahasan : 
Mengapa Manga Humor? 
- Menyenangkan Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dijelaskan sifat atau karakter yang terdapat pada manga dan dan tanggapan orang terhadap keberadaan manga. Manga yang dikaji di studi ini adalah manga berbentuk yonkoma bergenre humor. Membaca manga adalah kegiatan yang menyenangkan. Hal ini berlaku bagi pengajar maupun pemelajar bahasa Jepang. Dari 30 mahasiswa yang diberi pertanyaan tentang manga (pertanyaan 1 dan 2), semua mahasiswa menjawab tertarik dengan manga. Manga terutama manga humor bisa menghibur mereka dengan kelucuan dan kekonyolan baik dalam gambar maupun tuturannya. Unsur kesenangan dalam membaca manga tentu saja menjadi poin penting pembelajaran. Dengan adanya perasaan senang motivasi pemelajar menjadi lebih tinggi. 

- Sederhana dalam bentuk dan cerita Bentuk Yonkoma manga terdiri dari empat kotak panel yang penyajiannya pada umumnya secara vertikal dengan urutan cerita dari atas ke bawah. Meskipun juga ada yang disajikan secara horisontal dengan urutan penceritaan dari kiri ke kanan. Yonkoma mempunyai alur struktur cerita yang disebut Kishoutenketsu. Istilah tersebut merupakan bentukan dari nama ke empat panel dalam manga. Ke empat panel tersembut mempunyai nama dan fungsinya masing-masing. Panel pertama disebut 起 (ki) digunakan untuk membentuk dasar cerita, mengatur adegan, memberikan setting, situasi dan karakter. Panel ke dua disebut 承(shou) sebagai pengembangan cerita dari plot pertama, namun tidak memberikan perubahan plot yang signifikan. Panel ke tiga biasanya menjadi inti cerita, klimaks, dan kejadian yang tidak terduga biasanya terjadi di sini. Panel ini disebut 転(Ten). Terakhir adalah 結 (ketsu) yang merupakan konklusi dan dampak dari kejadian dari panel ketiga. Dengan hanya terdiri dari empat panel, yonkoma manga menjadi media yang tepat untuk pembelajaran bahasa dan penelitian. Ruang lingkup yang terbatas menjadikan pemelajar dapat fokus dan lebih detil dalam pengamatan terhadap yonkoma manga. Pemelajar dapat memerikan secara detil unsurunsur yang terdapat dalam manga, baik dari segi gambar, tokoh, ornamen, konteks, dan bahasa yang digunakan. Keseluruhan unsur-unsur tersebut menjadi satu kesatuan dalam manga. Dengan kesederhanaan bentuk dan struktur yonkoma manga, pembaca manga juga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membacanya. Cerita yang singkat menjadikan pembaca bisa sewaktu-waktu berhenti dan kemudian dilanjutkan pada kesempatan lain tanpa terganggu dengan cerita yang terpotong. Ini berbeda dengan novel atau cerpen yang biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membacanya. Ketika membaca novel juga harus memilih atau menyediakan waktu luang karena jika membacanya tidak sampai tuntas bisa mengganggu mood, lupa plot cerita, dan lain-lain. Meskipun sederhana manga tetap memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan kajian ilmiah seperti halnya novel. Di dalam manga (sama dengan komik) terdapat pesan, makna simbolis tokoh-tokohnya, struktur cerita, bahasa, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita manga.

- Pesan dalam bentuk visual dan verbal Mangga adalah wacana cerita yang disampaikan dalam bentuk visual dan verbal yang berasal dari Jepang. Media visual dan verbal dalam bentuk teks bersama-sama menjadi satu kesatuan dalam penyampaian pesan manga. Raut muka, bentuk mata, mulut, dan gerakan tubuh, yang merepresentasikan emosi digambarkan secara visual bersamaan dengan tuturan verbal para tokohnya yang dituliskan dengan teks. Seringkali background suasana yang mendukung emosi tokoh atau suasana sekitar juga direpresentasikan dalam bentuk visual. Di manga juga sering ditemukan teks yang ditulis dengan katakana untuk merepresentasikan bunyi dan suasana sekitar (onomatopeia). Dengan demikian di dalam manga sebenarnya sudah mewakili sebuah aktifitas komunikasi dari penutur asli bahasa Jepang. Visualisasi tokoh bisa mencerminkan peran sosial dan perasaan dari peserta komunikasi. Latar fisik juga nampak dalam manga selain ungkapan verbal yang ditulis di dalam balon percakapan. Artinya selain tuturan, hadir juga di dalam manga adalah konteks percakapan.

- Bahasa yang digunakan langsung dan tidak berbelit-belit Bahasa yang digunakan di dalam manga biasanya singkat dan langsung. Kita akan banyak menemukan ungkapan sehari-hari yang tidak kita temukan di kelas. Kita bisa menemukan ungkapan idiomatis, bahasa yang strukturnya tidak lengkap, bahasa slang, dan juga ungkapan-ungkapan negatif seperti makian, sumpah serapah dan lain-lain. 
- Onomatopeia Salah satu ciri manga adalah banyaknya tulisan Katakana yang berfungsi untuk merepresentasikan bunyi, kejadian, dan suasana sekitar.  

Simpulan : 
Manga, terutama yonkoma manga yang berjenis humor adalah media menarik, efektif, serta dapat membangkitkan minat dan motivasi pemelajar dalam pembelajaran bahasa Jepang. Manga merupakan contoh komunikasi bahasa Jepang yang dapat melatih kemampuan berbahasa meliputi ke empat keterampilan berbahasa. Oleh karena di dalam manga terdapat konteks yang direpresentasikan dalam visual dan teks, maka higher level thinking yang menjadi tujuan pembelajaran dapat dicapai. Pemelajar tidak hanya mempelajari bahasa saja, namun juga belajar perilaku dan budaya orang Jepang. 

Dalam pembahasan tentang manga nampak bahwa aktifitas pemelajar menjadi dominan. Pembelajaran bahasa Jepang dengan media manga humor menawarkan kreatifitas, kemandirian berfikir, dan keberagaman pendapat. Catatan yang bisa diberikan di dalam kesimpulan ini adalah manga humor sebagai media harus diberikan secara utuh sebagai sebuah wacana kesatuan antara visual dan teks 

JURNAL 5 
Judul : Hubungan Antara Minat Terhadap Komik Jepang (Manga) Dengan Kemampuan Rekognisi Emosi Melalui Ekspresi Wajah.
Penulis : Nian Astiningrum, Johana Endang Prawitasari.
Link : file:///C:/Users/hp/Downloads/7093-12329-1-PB.pdf

Istilah ‘emosi’ tentunya bukan lagi sesuatu yang asing dalam masyarakat saat ini, masyarakat pada umumnya menganggap emosi sebagai sesuatu yang negatif. Emosi dianggap sebagai sesuatu yang merusak pemikiran logis seseorang sehingga menggiring pada keputusan yang salah dan berakibat buruk, seperti kerusakan fisik atau prestasi yang menurun. Hal ini dapat dilihat dari dua artikel berikut ini: Hal ini bisa dilihat pada judul artikel berikut: “Emosi, Jamaah Keroyok Menteri Agama” (Data Base Tokoh Indonesia, 1 Januari 2007) dan “Clijsters Harus Lawan Emosi” (Waspada, 15 Januari 2007). Karena itulah, pada berbagai percakapan, seringkali terdengar penda‐ pat bahwa seseorang harus senantiasa berpikir rasional dan bukan emosional. Emosi sendiri didefinisikan bera‐ gam oleh berbagai ahli, misalnya Planalp (1999) yang mendefinisikan emosi sebagai proses yang terjadi karena beberapa komponen bekerja bersama untuk menghasilkan emosi tersebut. Komponen tersebut diantaranya adalah: objek atau penyebab, penilaian, perubahan fisiologis, kecenderungan perilaku atau ekspresi, dan pengaturan atau regulasi. Berdasarkan pandangan ini, maka emosi dapat terjadi karena adanya suatu penilaian terhadap suatu kejadian yang kemudian penilaian tersebut mempengaruhi keadaan fisio‐ logis, sehingga menghasilkan perilaku tertentu, dan adanya usaha untuk mengelola perilaku tersebut.

Hal ini sesuai dengan pendapat Parrot (dalam Brewer & Hewstone (Eds.), 2004), yang menyebutkan bahwa suatu episode emosi dimulai dengan penilaian (appraisal) atau evaluasi terha‐ dap kejadian maupun objek sebagai pengaruh yang signifikan terhadap perhatian, tujuan, atau sikap dalam cara positif atau negatif. Selanjutnya akan timbul reaksi emosi yang meliputi perubahan dalam pikiran, perilaku, fisiologis, dan ekspresi. Reaksi tersebut dapat mempengaruhi kesiapan untuk berpikir dan berperilaku dalam cara tertentu yang berfungsi juga sebagai pertanda bagi orang lain. Sedangkan Johnston & Scherer (2000), memandang emosi sebagai sesuatu yang dibangun secara filogenetis, dan berupa mekanis‐ me adaptif yang memfasilitasi usaha organisme untuk beradaptasi dengan kejadian penting yang mempengaruhi well‐being‐nya.   Berdasarkan pendapat‐pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bah‐ wa emosi merupakan sesuatu yang sifatnya genetis, yang pada umumnya didahului oleh interpretasi seseorang akan suatu kejadian atau objek. Dimana interpretasi ini menimbulkan reaksi emosi berupa perubahan pada pikiran atau kognisi, perilaku, keadaan fisik, dan ekspresi. Ekspresi emosi ini berfungsi untuk mengkomunikasikan informasi pada orang lain dan membantu individu untuk beradaptasi pada situasi lingkungan yang berubah.
Emosi bukanlah sesuatu yang nega‐ tif, sebagaimana telah disinggung sebe‐ lumnya, bahkan emosi dapat dikatakan sebagai suatu mekanisme adaptif. Adap‐ tif maksudnya adalah bahwa emosi merupakan mekanisme untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah. Hal ini berlaku pada semua jenis emosi, tidak terbatas pada bahagia yang seringkali disebut sebagai emosi positif. Emosi lain seperti takut, marah, dan sedih juga memiliki fungsi adaptif; takut berfungsi mempersiapkan seseorang untuk menyelamatkan diri, marah berfungsi mempersiapkan seseorang untuk mela‐ kukan perlawanan, dan sedih yang men‐ dorong seseorang untuk mencari perlin‐ dungan secara psikologis. Dengan demi‐ kian, sesungguhnya semua emosi memi‐ liki manfaat bagi manusia (Plutchik, 2003). Emosi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pada umumnya para ahli berpendapat akan adanya sejumlah emosi dasar atau primer, sedangkan emosi lain di luar emosi dasar tersebut merupakan hasil percampurannya. Menurut Ekman (1999), emosi dasar mengandung tiga hal penting; yaitu mampu membedakan emosi dari emosi‐emosi yang lain dalam hal yang penting, mengindikasikan bahwa emosi tersebut terlibat dalam nilai adaptif dalam hubungannya dengan tugas hidup dasar, dan berisikan elemen‐elemen yang dikombinasikan untuk membentuk emosi yang lebih kompleks. Berdasarkan karakteristik tersebut, Ekman (2000) menyebutkan emosi dasar yang terdiri dari takut, marah, sedih, bahagia, jijik, terkejut, dan muak. Pada umumnya ahli‐ ahli lain juga berpendapat bahwa takut, marah, sedih, bahagia, jijik, dan terkejut merupakan emosi dasar; meskipun beberapa ahli menambahkan kategori emosi lain atau menguranginya (LaFreniere, 2000). Misalnya Plutchik (2003) yang menyebutkan takut, marah, sedih, bahagia, penerimaan, jijik (disgust), antisipasi, dan terkejut sebagai emosi dasar.  

Hubungan Atara Minat Terhadap Komik Jepang(Manga).

seperti vokal, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah tidak menunjukkan emosi secara lugas seperti pertanda verbal. Selain itu pertanda non‐verbal akan emosi, misalnya ekspresi wajah, bukanlah sesuatu yang sifatnya ‘satu ekspresi untuk satu jenis emosi’ (Azar, 2000). Salah satu pertanda non‐verbal akan emosi yang banyak diteliti oleh para ahli adalah ekspresi wajah. Perbedaan ekspresi wajah karena emosi terjadi akibat adanya otot‐otot pada wajah yang secara spontan berkontraksi saat seseorang mengalami emosi tertentu (Adolphs, 2002). Russell & Fernández‐Dols (1997) menyebutkan bahwa setiap emosi dasar memiliki karakteristik ekspresi wajah yang berbeda dan bahwa keadaan emosi seseorang dapat diketahui dengan pengukuran pada ekspresi wajahnya. Pendapat seperti ini pertama kali dikemukakan Darwin pada tahun 1972/1998 (Keltner dkk. dalam Davidson, Scherer, & Goldsmith (Eds.), 2003). Pendapat Darwin ini didukung oleh pernyataan Ekman & Friesen (1984) bahwa terdapat ciri spesifik pada wajah saat seseorang mengalami emosi terkejut, takut, jijik, marah, gembira, dan sedih, serta Ekman (2002) yang menam‐ bahkan emosi muak. Menurut Ekman (1992) (dalam Wierzbicka, 1999), eks‐ presi wajah untuk emosi‐emosi tersebut memiliki sifat konsisten. Hal ini berarti bahwa ciri‐ciri spesifik pada wajah seseorang saat mengalami emosi terkejut, takut, jijik, marah, gembira, dan sedih, serta muak cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu dan serupa pada orang yang berbeda. Ekspresi wajah sebagai sarana mengungkap emosi seseorang memiliki berbagai kelebihan, yaitu sulit dipalsu‐ kan sebagaimana pertanda emosi mela‐ lui ekspresi non‐verbal lainnya karena sifatnya yang spontan (Planalp, 1999). Selain itu, ekspresi wajah akan emosi juga memiliki sifat universal. Sebagai‐ mana diungkapkan pertama kali oleh Darwin (dalam Davidson, Scherer, & Goldsmith, 2003). Pendapat ini didasar‐ kan pada penelitian sederhana yang dilakukan Darwin dengan mengirimkan beberapa foto yang sama ke beberapa orang di berbagai belahan dunia dan memintanya memberikan penilaian ten‐ tang ekspresi wajah pada foto tersebut. Melalui penelitian sederhana ini diper‐ oleh hasil bahwa orang‐orang tersebut memberikan penilaian yang sama tentang emosi yang digambarkan dalam foto tersebut.   Kelebihan‐kelebihan yang dimiliki ekspresi wajah sebagai pertanda akan emosi, menunjukkan betapa pentingnya hal ini dipahami. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor‐ faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melaku‐ kan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah. Misalnya yang dilakukan oleh Croker & McDonald (2005) yang menemukan bahwa seseorang dengan Traumatic Brain Injury (TBI) secara signifikan mengalami gangguan dalam pelabelan dan pemasangan emosi dengan ekspresi wajah. Faktor lain yang mempengaruhi rekognisi emosi melalui ekspresi wajah adalah gangguan skizo‐ phrenia (Suslow dkk., 2005; Minoshita dkk., 2005), gangguan bahasa (Spackman dkk., 2005), keadaan emosional individu (Hall, 2006), dan tingkat agresivitas (Carr & Lutjemeier, 2005). Penelitian‐penelitian mengenai hal‐ hal yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah di atas terbatas pada faktor‐faktor internal individu. Sementara penelitian menge‐ nai hal‐hal eksternal berkaitan dengan kemampuan rekognisi emosi masih jarang dilakukan. Padahal penelitian semacam itu lebih membuka cakrawala untuk menemukan hal‐hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemam‐ puan seseorang dalam melakukan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah.   Penggunaan ekspresi wajah sebagai alat pertukaran informasi tentang kea‐ daan emosi seseorang dalam kehidupan sehari‐hari telah banyak diteliti oleh berbagai ahli, salah satunya adalah Ekman. Penelitian Ekman ini menghasil‐ kan sekumpulan ciri konstruksi ekspresi wajah untuk emosi dasar, yaitu terkejut, takut, jijik, marah, gembira, dan sedih. Misalnya pada emosi terkejut; ditandai dengan kening yang mengerut, sehingga tampak melengkung dan tinggi. Kulit di bawah alis merentang, kerutan horison‐ tal pada dahi, kelopak mata membuka, bagian putih mata terlihat di atas iris, dan terkadang di bawah iris. Rahang membuka ke bawah, sehingga bibir dan gigi terpisah, tetapi tidak terdapat tekanan atau perentangan pada mulut (Ekman & Friesen, 1984). Salah satu media yang menyedia‐ kan informasi mengenai ekspresi wajah mengenai emosi adalah komik. Peneli‐ tian ini sendiri lebih memfokuskan pada Komik Jepang (manga), karena komik jenis inilah yang saat ini lebih banyak beredar di Indonesia (Republika, 21 Juli 2004). Penggambaran ekspresi wajah yang menunjukkan emosi dalam manga dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Dua Belas Ekspresi Wajah dalam Komik Gaya Jepang Diambil dari Jurnal “Cross‐cultural Study of Avatar Expression Interpretations” (Koda & Ishida, 2005) dalam http://www.ai.soc.i.kyoto‐u.ac.jp/publications/06/koda‐saint2006.pdf.

Berdasarkan contoh ekspresi wajah akan emosi dalam manga untuk emosi terkejut dan deskripsi Ekman & Friesen (1984), maka dapat dilihat adanya persamaan. Kesamaan tersebut di antaranya adalah kelopak mata dan mulut yang membuka, serta alis mata yang terangkat ke atas. Dalam hal ini memang ekspresi wajah pada manga untuk menggambarkan emosi tertentu lebih sederhana dan mengandung lebih sedikit detail dibandingkan ekspresi wajah yang sebenarnya. Namun, tanda‐ tanda dalam manga tersebut dapat dikatakan merupakan tanda yang pen‐ ting karena melaluinya dapat diberikan penilaian tentang emosi yang sedang dialami tokoh tersebut.

Komik pada umumnya memiliki dua unsur penting, yaitu gambar dan narasi dalam bentuk teks. Hal ini sesuai dengan definisi komik oleh Eisner (1996), yang menyebutkan bahwa komik adalah susunan berurutan dari seni dan gelembung dialog yang dicetak secara umum dalam buku komik. Sedangkan McCloud (1993) mendefinisikan komik sebagai gambar yang saling berdekatan dengan gambar lainnya dalam urutan yang disengaja, untuk menyampaikan informasi atau untuk menghasilkan respon estetik pada pembaca. Definisi lain oleh Harvey menyebutkan bahwa komik terdiri dari gambar naratif dimana kata yang seringkali dituliskan pada gelembung dialog biasanya membantu pembentukan makna dari gambar dan sebaliknya (dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Comics, di‐ akses tanggal 13 Desember 2006). Manga sendiri merupakan komik yang memiliki ciri‐ciri spesifik yang membedakannya dengan komik jenis lainnya (misalnya Komik Eropa). Karakter manga memiliki ciri khas mata yang besar (mata wanita lebih besar dari laki‐laki), hidung dan mulut yang kecil, serta wajah yang datar. Pada mata seringkali digambarkan kesan pupil yang transparan, sorotan, atau pantulan kecil di sudut mata, di mana hal ini hanya ada pada karakter yang hidup. Sedangkan pada karakter yang telah mati, mata digambarkan gelap (http:// en.wikipedia.org/wiki/Manga, diakses tanggal 24 September 2006). Karakteristik manga lainnya adalah adanya gelembung dialog yang eks‐ presif, garis kecepatan (speed lines), kilas balik kecil (mini flashback), latar belakang abstrak, dan simbol‐simbol tertentu. Gelembung dialog yang ekspresif adalah garis batas pada gelembung pembi‐ caraan atau pemikiran yang berubah menurut pola atau gaya nada suara dan mood dialog. Sedangkan garis kecepatan (speed lines) banyak ditunjukkan pada urutan kejadian, dimana latar belakang akan digambar dengan garis berlapis yang rapi untuk menunjukkan arah gerakan (http://en.wikipedia.org/wiki/ Manga, diakses tanggal 24 September 2006). Karakteristik lain dari teknik penggambaran pada manga adalah pada latar belakang abstrak. Latar belakang ini berbentuk pola atau motif tertentu yang digunakan untuk menguatkan mood dari alur cerita atau menggambar‐ kan keadaan pemikiran tokoh. Karak‐ teristik terakhir yang digunakan pada manga untuk menggambarkan ekspresi dari alur cerita adalah simbol. Terdapat berbagai simbol dalam manga yang telah dikembangkan bertahun‐tahun dan menjadi metode umum untuk meng‐ gambarkan emosi, kondisi fisik, dan mood. Misalnya adalah tetesan keringat dalam ukuran besar di daerah kepala untuk mengindikasikan kebingungan, kegelisahan, dan kelelahan mental (http://en.wikipedia.org/wiki/Manga, diakses tanggal 24 September 2006). 

Berdasarkan uraian di atas, maka manga di Indonesia dapat diartikan sebagai komik yang digambar dengan gaya Jepang dengan segala ciri khasnya (mata yang besar, penggunaan simbol, dan sebagainya). Komik ini dapat merupakan adaptasi dari komik yang berasal dari Jepang atau merupakan karya komikus di luar Jepang yang menggunakan gaya penggambaran manga. Manga di Indonesia pada umum‐ nya diterbitkan dalam bentuk buku yang berisi satu cerita, maupun kumpulan beberapa cerita pendek atau dalam bentuk lain seperti film dengan gaya penggambaran yang sama. Remaja merupakan subjek yang digunakan dalam penelitian ini karena remaja pada umumnya lebih banyak berinteraksi dengan komik sebagai salah satu bentuk media massa. Hal ini didasarkan pada pendapat Santrock (1998) yang menyebutkan bahwa remaja menghabiskan sepertiga waktu bangun‐ nya bersama media massa. Selanjutnya disebutkan juga bahwa remaja menggu‐ nakan media cetak lebih daripada anak‐ anak. Membaca surat kabar sering dimulai pada usia sekitar 11‐12 tahun dan meningkat 60‐80% pada usia remaja akhir.

Metode penelitian : 
1.  Subjek Penelitian Subjek penelitian ini 80 siswa kelas 1 dan kelas 2 SMA Negeri 2 Yogyakarta yang pada umumnya memiliki rentang usia antara 16‐18 tahun. Berdasarkan usia kronologis tersebut, Subjek dapat digolongkan dalam tahap perkem‐ bangan remaja yang diawali pada usia 10‐12 tahun dan berakhir pada usia 18‐ 22 tahun (Santrock, 2002). 
2. Metode Pengumpulan Data Data mengenai minat terhadap manga dikumpulkan dengan menggu‐ nakan Skala Minat terhadap Komik Jepang (Manga) yang disusun berdasar‐ kan aspek‐aspek minat, sebagai berikut:
a. Afek positif dan kepuasan terhadap hal yang diminati: ditandai dengan timbulnya perasaan senang dan puas yang dirasakan Subjek saat melaku‐ kan kegiatan yang berhubungan dengan manga, setelahnya, atau bah‐ kan sebelumnya saat kegiatan terse‐ but belum dilakukan, namun telah direncanakan sebelumnya.   
b. Pemilihan aktivitas terhadap hal yang diminati: ditandai dengan kecenderungan Subjek untuk lebih memilih kegiatan yang berhubungan dengan manga.   
c. Dorongan untuk melakukan sesuatu berhubungan dengan hal yang diminati: merupakan keinginan Subjek untuk melakukan kegiatan berhubungan dengan manga.   
d. Kegigihan untuk melakukan hal yang diminati: ditandai dengan kegigihan atau besarnya usaha yang dilakukan Subjek untuk dapat melakukan hal berhubungan dengan hal yang diminatinya  
e. Prestasi dalam hal yang diminati: ditandai dengan kemampuan Subjek yang lebih dalam memahami hal‐hal yang berhubungan dengan manga.   Skala ini disusun berdasarkan metode Likert dengan lima alternatif jawaban dengan penskoran 5 sampai 1 untuk item favourable dan 1 sampai 5 untuk item unfavourable. Terdapat dua bentuk skala paralel yang digunakan, masing‐masing skala terdiri dari 35 item.

Data mengenai kemampuan rekog‐ nisi emosi melalui ekspresi wajah dikumpulkan dengan menggunakan Tes Kemampuan Rekognisi Emosi melalui Ekspresi Wajah. Tes ini terdiri dari 55 item berbentuk pilihan ganda dengan enam alternatif jawaban. Setiap item soal terdiri dari sebuah gambar ekspresi wajah dalam manga yang mengekspre‐ sikan emosi tertentu serta pilihan jawaban berupa enam kategori emosi; yaitu terkejut, takut, marah bahagia, sedih, dan muak. 
3.  Analisis Data Analisis data penelitian dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dengan bantuan program komputer SPSS 15.0 for Windows Evaluation Version. 

Hasil dan pembahasan : 
Berdasarkan analisis deskriptif yang dilakukan, diketahui bahwa data minat terhadap manga memiliki mean empiris 109.20, sedangkan mean hipo‐ tetiknya sebesar 105. Ini berarti rata‐rata skor Subjek pada alat ukur itu lebih tinggi dari rata‐rata hipotetiknya dan mayoritas Subjek memiliki minat terhadap manga yang tinggi, yaitu sebanyak 30 Subjek (37,5%). Diketahui pula bahwa kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah memiliki mean empiris sebesar 36.79, sedangkan mean hipotetiknya sebesar 27.5 dan mayoritas Subjek memiliki kemampuan 
rekognisi emosi melalui ekspresi wajah yang tinggi 72 Subjek (90%). Setelah dilakukan uji asumsi, sehingga diketahui bahwa kedua data memiliki distribusi yang normal dan hubungan keduanya linear; selanjutnya dilakukan analisis data dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil korelasi Product Moment untuk variabel minat terhadap manga dan kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah menunjukkan nilai r = 0.358 dengan p = 0.002 (p < 0.01). Koefisien determinasi (r2) dari korelasi tersebut adalah sebesar 0.128. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara minat terhadap manga dengan kemampuan rekognisi emosi melalui ekspresi wajah. Dengan hasil ini berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima.

Hasil ini sesuai dengan pendapat Matlin (1994) yang mengatakan bahwa rekognisi pola dipengaruhi oleh faktor pengalaman, dimana stimulus‐stimulus yang sering ditemui akan lebih mudah direkognisi atau dikenali. Hal ini terjadi karena dengan seringnya berhadapan dengan stimulus tertentu, maka sese‐ orang akan menjadi terbiasa dan merasa familiar dengan stimulus tersebut. Dalam hal ini minat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi familiaritas seseorang secara tidak langsung. Minat secara langsung akan mempengaruhi perilaku seseorang, sebagaimana dirangkum dari pendapat beberapa ahli (Anastasi & Urbina, 1997; Strong dalam Murphy & Davidshofer, 1994; Ormrod, 2003; dan Murphy & Davidshofer, 1994) bahwa minat menyebabkan timbulnya afek positif dan kepuasan, sehingga hal tersebut akan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu, memilih kegiatan berhubungan dengan objek minat, dan kegigihan dalam melakukan kegiatan tersebut, sehingga timbul prestasi dalam hal berhubungan dengan objek minat. Dengan demikian, jika seseorang memiliki minat yang tinggi terhadap manga, maka orang tersebut akan mera‐ sakan afek positif saat melakukan kegiatan berhubungan dengan manga, sehingga akan ada dorongan yang kuat, pemilihan kegiatan berhubungan dengan manga dan kegigihan untuk kegiatan tersebut. Hal ini kemudian secara langsung akan mempengaruhi perilaku sehari‐hari Subjek yang lebih banyak berhubungan dengan manga. Sehingga dengan adanya minat terhadap manga, maka seseorang akan menjadi lebih sering berhadapan dengan stimulus tersebut dan selanjutnya menjadi lebih familiar. Familiaritas terhadap manga sendiri merupakan salah satu bentuk dari prestasi yang ditimbulkan karena adanya afek positif yang menye‐ babkan adanya dorongan, pemilihan, dan kegigihan terhadap kegiatan berhubungan dengan manga. Remaja sendiri merupakan Subjek yang memiliki kesempatan untuk menjadi familiar terhadap ekspresi wajah akan emosi pada manga.


JURNAL 6
Judul : Analisa Perilaku Konsumen Dan Nilai Komik Jepang.
Penulis : Djudiyah. 
Link : 
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/industri/article/view/657/680

Kebutuhan  konsumen  akan  mendorong  dan mengarahkan  individu  untuk  bertindak.  Kondisi semacam  ini  disebut  dengan  motivasi.  Motivasi digambarkan sebagai dorongan yang sangat kuat  dalam  diri  individu  untuk  bertindak.  Dorongan yang sangat kuat ini muncul karena adanya kondisi ketegangan (tension) yang ada sebagai hasil karena kebutuhan yang tidak terpenuhi. Individu baik secara sadar maupun tidak sadar  akan mengurangi tensionmelalui  perilaku  yang  mereka  antisipasi  untuk memenuhi  kebutuhan  mereka  sehingga  terbebas dari  perasaan  tertekan  (Schiffman  dan  Kanuk, 2000). Solomon (1996) menyatakan bahwa motivasi menunjuk  pada  proses  yang  menyebabkan  orang bertindak sebagaimana yang telah dilakukan. Hal ini terjadi ketika kebutuhan muncul karena konsumen ingin memperoleh kepuasan. Sekali kebutuhan aktif, keadaan tension  akan  muncul  yang  mendorong konsumen  untuk  berusaha  meng urangi  atau mengeleminir kebutuhan. Pemasar berusaha untuk menciptakan produk dan jasa yang dapat memenuhi keinginan  konsumen  yang  menguntungkan  dan sesuai  dengan  kebutuhan  untuk  meng urangi tension.Menur ut  Maslow  (da la m Schiffma n  da nSchiffma n  da nKanuk, 2000) ada lima kebutuhan  dasar manusia yaitu,  kebutuhan  f isik  (physiological  needs), kebutuhan  rasa  aman  (safety  needs),  kebutuhan sosial  (social  needs),  kebutuhan  egoistik  (egoistic or esteem needs) serta kebutuhan akan aktualisasi diri  (self-actualization)  dalam  membeli  produk atau jasa.  Ada kalanya konsumen membeli produk atau jasa didorong oleh kebutuhan fisik. Misalnya: orang merasa haus maka ia akan membeli Aqua. Adakalanya konsumen menabung uangnya di bank karena ingin memperoleh rasa aman dari pencuri. Adakalanya  konsumen  memilih  baju  model  yang sedang tren karena takut dianggap kuno oleh teman-temannya. Ada kalanya konsumen membeli produk tertentu karena ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain serta adakalanya konsumen membeli buku untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, dan lain-lain. Oleh karena itu, produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan konsumenlah yang akan laku dipasaran, dapat membuat konsumen puas dan akan loyal terhadap produk atau jasa. Nilai atau value juga merupakan aspek penting yang dapat membuat konsumen puas serta loyal atau setia  terhadap  produk  atau  jasa.  Nilai  atau valuediartikan  sebagai  selisih  antara  nilai  pelanggan total dan biaya pelanggan total. Nilai pelanggan total merupakan sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Biaya total  pelanggan    adalah  sekumpulan  biaya  yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi,  mendapatkan,  menggunakan  dan membuang produk atau jasa (Kotler, 2000). Dengan demikian  dapat  dikatakan  bahwa  produk  atau jasa  yang  memberikan  nilai  lebih  akan  membuat konsumen  puas  dan  dapat  membuat  konsumen loyal terhadap produk atau jasa. Salah satu alasanSalah satu alasan mengapa  komik  menjadi  populer  akhir-akhir  ini adalah    karena  pengaruh  TV  (Johannsson  dan  (  Johannsson  danJohannsson  dan Nonka, 1998).  TV dianggap sebagai media gambar, 1998).  TV dianggap sebagai media gambar 1998). TV dianggap sebagai media gambar yang  utama  (Schiffman  dan  Kanuk,  2000)  yang  ( Schiffman  dan  Kanuk,  2000)  yangSchiffman  dan  Kanuk,  2000)  yang,  2000)  yang  2000)  yang  yang dapat berpengaruh pada perilaku konsumen.  Acara-.  Acara- Acara-acara  TV  banyak  menayangkan  film-film  kartun yang  banyak digemari anak-anak maupun remaja, Misalnya  Shinchan,  Samurai  X  dan  Spongebob. Cerita yang ada di film-film kartun ini juga banyak kesamaan atau kemiripan dengan cerita-cerita yang ada di komik, khususnya komik Jepang sehingga anak-anak juga suka membaca komik Jepang. Menurut Polay, et al. (1996) ada beberapa alasan mengapa sensitivitas advertensi lebih berpengaruh pada  anak-anak  muda  bila  dibandingkan  dengan orang  dewasa,  salah  satu  alasan  tersebut  adalah pembentukan  identitas  dan  perhatian  advertensi pada  remaja  adalah  untuk  membentuk  identitas diri,  yang  menyebabkan  remaja  yang  berumur belasan memperhatikan pengaruh advertensi dan peergroupnya terhadap cue yang berhubungan dengan simbol-simbol kedewasaan dan penerimaan orang lain. Remaja belasan juga lebih mampu menerima image  yang  romantis,  sukses,  mengag umkan, popular dan adventurir, dimana hal ini akan dicapai dengan cara mengkonsumsi rokok. Ditambahkan oleh Loudon dan Bitta bahwa remaja belasan, banyak mengalami ketidak menentuan dan menyebabkan mereka ingin untuk menemukan indentitas dirinya. Mereka akan aktif mencari cue dari peernya dan dari advertensi sebelum mereka berperilaku. Mereka menjadi tertarik pada bermacam-macam produk yang dapat mengekspresikan kebutuhan mereka untuk eksperimen, belonging, independent, bertanggung jawab dan disukai orang lain (Solomon, 1999).

Editor  komik  PT.  Indira  Publishing  yang mengungkapkan  bahwa  kehadiran  komik-komik Jepang  seperti:  Doraemon,  Kungfu  Boy  ataupun Sailor Moon ternyata mampu mengalihkan perhatian anak-anak dari komik asing lain seperti Tin-tin atau Lucky Luke (Republika, 24 Agustus, 1997). Anak-anak  menjadi  lebih  menyukai  komik  Jepang  dari pada komik-komik asing lainnya. Demikian besar konsumen komik Jepang ini, sehingga sebuah majalah anak-anak yang cukup populerpun harus memuat komik Jepang agar laku (Kompas, 5 Pebruari 1998). Komik Jepang pada akhirnya merajalela. Setiap hari selalu ada saja pengunjung yang menekuni rak-rak komik di toko Buku Gramedia Malang yang nyaris semua  berasal  dari  Jepang.  Sementara  banyak anak dan remaja lain yang dengan setia pergi ke perpustakaan atau taman-taman bacaan terdekat untuk membaca komik Jepang tersebut. Hal ini tidak saja terjadi di Indonesia, menurut Koh (1999) remaja belasan di bangkok, Singapore, dan negara-negara lain banyak mengkoleksi komik Jepang. Kenyataan ini menimbulkan pentanyaan, mengapa anak-anak dan  remaja  sangat  menyukai  komik  Jepang  bila dibandingkan  dengan  komik  yang  berasal  dari Eropa,  Amerika  maupun  dari  Indonesia  sendiri(lokal).

Metode penelitian :

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian  ini  dimaksudkan  untuk  mengetahui motivasi serta nilai (value) lebih yang dipersepsikan dan dirasakan oleh remaja ketika mereka menyewa, membaca,  membeli  ataupun  mengkoleksi  komik Jepang.  Populasi  dalam  penelitian  ini  adalah siswa    SLTP  yang  menjadi  pelanggan  persewaan komik  ”Tumapel  Agency”    di  Singosari  Malang. Sampel  penelitian  ini  berjumlah  35  orang    yang diambil dengan teknik Incidental Sampling. Metode pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini  adalah  kuesioner.  Teknik  analisis  data  yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. 
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 35 siswa SLTP yang menjadi responden dalam penelitian ini, ada  24 siswa (68%) yang mengkonsumsi komik Jepang  untuk memenuhi kebutuhan sosial (social need),  ada  8 siswa (23%) untuk memenuhi kebutuhan egoistik atau esteem need, ada 2 siswa (6%) untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri serta ada 1 siswa (3%) untuk memenuhi kebutuhan rasa aman (safety need).
Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa ada 15 siswa  (43%) yang mengatakan bahwa gambar maupun  bahasa  yang  disajikan  mudah  dicerna atau pahami, ada 8 siswa (23%) yang beranggapan bahwa  topik  yang  ditawarkan  lebih  bervariasi, topik yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan dongeng ataupun cerita yang ada di Indonesia, topik yang ditawarkan sesuai dengan perkembangan jiwa segment  pasarnya,  topik  yang  ditawarkan  tidak ada muatan politis. Ada 6 siswa (17%) menyatakan bahwa cerita yang ditawarkan lebih realistis atau menyentuh  kehidupan sehari hari serta ada 6 siswa (17%)  siswa  yang  mengatakan  bahwa  harga  beli maupun ongkos pinjam maupu harga beli di toko buku lebih murah komik Jepang di banding dengan komik dari Amerika.

Hasil dan pembahasan : 
Hasil analisis data menemukan bahwa motivasi siswa mengkonsumsi komik Jepang adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial (social needs). Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan remaja adalah mampu menjalin hubungan interpersonal dengan orang-orang disekitarnya.  Hubungan interpersonal ini merupakan sarana bagi remaja untuk menemukan jati diri atau identitas diri remaja (Hurlock, 1992). Komik  dapat  dijadikan  topik  pembicaraan  yang sangat  menarik  bagi  remaja,  apalagi  jika  remaja memiliki  kesamaan  topik  komik  yang  dibacanya. Hal  ini  akan  membuat  hubungan  interpersonal diantara mereka akan semakin erat karena memiliki kesukaan yang sama  (Feldman, 1999).Penelitian ini juga menemukan bahwa remaja mengkonsumsi  komik  Jepang  didorong  oleh keinginan untuk mendapatkan penghargaan dari teman-temannya.  Remaja  akan  berlomba-lomba untuk menemukan topik-topik komik yang terbaru dan berusaha membacanya. Mereka akan merasa bangga ketika menemukan topik bacaan yang teman-temannya  belum  pernah  membacanya.    Temuan ini  memperkuat  hasil  penelitian  yang  dilakukan Suprawanti (1999) bahwa siswa yang suka membaca komik Jepang ternyata memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dibanding dengan siswa yang tidak suka membaca komik Jepang.Hasil  analisis  data  juga  menemukan  bahwa gambar maupun bahasa yang ada pada komik Jepang lebih mudah dipahami atau di cerna dibanding komik yang berasal dari Amerika. Hal ini sesuai dengan perkembangan kognitif anak-anak yang sedang pada masa  transisi  dari  konkrit  operasional  ke  formal operasional (Feldman, 1999). Pada masa ini  anak-anak sudah mampu berfikir  secara abstrak, formal dan logis. Pada saat ini anak mulai  berfikir tanpa mengobservasi lingkungan dalam waktu lama namun masih menggunakan teknik-teknik yang logis dalam penyelesaian masalah. Hasil  penelitian  juga  menemukan  bahwa topik  cerita  yang  ada  pada  komik  Jepang  sangat bervariasi. Misalnya: tentang olah raga, percintaan, persahabatan, dan lain lain. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Izawa (1998) bahwa aspek cerita pada aspek cerita pada komik barat terlihat jauh dari realitas kehidupan seha ri-ha ri.  Komik  Ba rat  cender ung  ha nya menyentuh sedikit realitas nyata proporsi terbanyak lebih pada cerita-cerita fantasi. Sedangkan komik Jepang  cenderung  menggabungkan  antara  cerita fantasi dengan realitas kehidupan sehari-hari seperti orang biasa, mereka pergi kesekolah, mengerjakan pekerjaan rumah, dimarahi orang tua, tetapi mereka juga memiliki kehidupan lain yang membuat mereka berbeda  dengan  orang  biasa,  entah  karena  bakat yang luar biasa atau karena memiliki teman yang aneh. Malahan ada juga komik Jepang dengan cerita yang sangat nyata, yang menggambarkan kehidupan sehari-hari seorang remaja. Misalnya: jatuh cinta, ujian, sekolah persahabatan, dan lain sebagainya.Penelitian  ini  juga  menemukan  bahwa  cerita yang  dimuat  di  komik  Jepang  hampir  sama dengan dongeng atau cerita yang ada di Indonesia. Misalnya  ada  tokoh-tokoh  jahat  (Bawang  Merah, Malinkundang,  dan  lain-lain),  ada  tokoh-tokoh yang baik (bawang putih, cinderela, dan lain-lain). Hal ini sesuai dengan paparan Izawa (1998) bahwatokoh pada komik-komik Barat seringkali memilikiokoh pada komik-komik Barat seringkali memiliki karakter  yang  terpilah  menjadi  dua,  yaitu  tokoh antagonis yang digambarkan begitu jahat dan tokoh protagonis yang sebaliknya dilukiskan sangat baik dan hebat. Sedangkan pada komik-komik Jepang, karakter tokoh-tokohnya tidak begitu saja terbagi menjadi hitam dan putih. Seringkali digambarkan sang lakon melakukan kesalahan yang tak mungkin terjadi  pada  tokoh  utama  komik  Barat,  dan  sang musuh memiliki alasan-alasan kejahatannya yang bisa membuat pembaca bersimpati. Tokoh antagonis pada komik Jepang ditunjukkan tidak begitu saja jahat atau gila tetapi tokoh-tokoh ini juga memiliki harapan dan mimpinya sendiri.Hal  ini  berarti  bahwa  nilai  (value)  budaya Jepang memiliki beberapa kesamaan dengan budaya Indonesia.  Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman & Kanuk  (2000) bahwa kebudayaan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen. Nilai-nilai budaya konsumen yang sama dengan sesuatu yang ada produk merupakan faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan membeli sesuatu.Cerita  yang  ada  pada  komik  Jepang    sesuai dengan  perkembangan  jiwa  anak  remaja  serta menyentuh kehidupan sehari- hari, misalnya: tentang percintaan,  persahabatan.  Hal  ini  sesuai  dengan pendapat Hurlock(1992) yang menyatakan  bahwa saat memasuki masa remaja, anak akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun sosial. Pertumbuhan dan  perkembangan  yang  sangat  pesat  ini  sangat berpengaruh pada atensi maupun minat terhadap produk yang mereka konsumsi.Menurut Hurlock (1992) salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam bentuk  mobil,  pakaian,  dan  pemilikan  barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan cara ini remaja  menarik  perhatian  pada  diri  sendiri  dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat  yang  sama  ia  mempertahankan  identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. Penerimaan diri sendiri maupun penerimaan atau dukungan sosial terutama  geng  merupakan  sesuatu  yang  penting dalam kebahagiaan remaja.Monks, Knoers dan Haditono (2000) menyatakan bahwa remaja akan lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok dari pada mengembangkan pola  norma  sendiri.  Moral  kelompok  tadi  dapat berbeda sekali dengan moral yang dibawa remaja dari keluarga yang sudah lebih dihayatinya karena sudah sejak keil diajarkan oleh orang tua. Sementara itu Riesman dan de hass (dalam Monks, Knoers dan Haditono, 2000) menyatakan bahwa orang menilai konformisme kelompok ini positif sebagai bantuan menemukan identitas diri.Pada penelitian ini ditemukan juga bahwa harga sewa  maupun  harga  beli  komik  Jepang  ternyata lebih  murah  dibanding  dengan  komik  Amerika. Hal ini di dukung oleh pendapatnya Schiffman & Kanuk (2000) yang menyatakan bahwa konsumen adakalanya memiliki motivasi yang sifatnya rasional saat membeli sesuatu dimana salah satunya dengan mempertimbangkan atau membandingkan antara harga dengan sesuatu yang hendak didapatkannya. 


JURNAL 7 
Judul : Pemanfaatan Webtoon Sebagai Media Adaptasi dari Komik Cetak.
Penulis : Ratu Su'ud Hanum dan Firman Kurniawan.
Link : https://journal.univpancasila.ac.id/index.php/coverage/article/view/5327/25 57

Webtoon adalah gabungan dari kata web dan cartoon, diartikan sebagai komik daring yang merupakan hasil adaptasi dari komik analog berbentuk cetak menjadi komik digital, disajikan dalam layout vertikal yang telah dioptimasi untuk layar komputer dan telepon seluler. Dalam bentuk digital pun webtoon masih diidentikkan dengan istilah manga(komik jepang) atau manhwa(komik korea). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan webtoon sebagai media adaptasi dari komik cetak, menganalisis efek webtoon sebagai Gelombang Korea terhadap masyarakat, dan mengetahui fenomena yang tercipta di Indonesia seiring perkembangan industri webtoon. Metode penelitian ini adalah Systematic Qualitative Literature Reviewdan dianalisis berdasarkan PRISMA(Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses).Pada penelitian ini ditemukan hasil bahwa posisi webtoon sebagai industri serta pemanfaatannya dibuktikan cukup efektif dan menjanjikan pada berbagai bidang. Dimulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan model bisnis yang baru dan inovatif menjadikan webtoon sebagai contoh sukses dari peralihan analog ke digital, termasuk di Indonesia.

Metode penelitian : 

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan   pendekatan  Kualitatif.   Menurut Bodgan dan Taylor (Moleong, 2004),metodologi kualitatif adalah teknik penelitian deskriptif yang menghasilkan data  deskriptif berupa pengetahu-an  dan perilaku  yang  diamati.  Metode  yang  di-gunakan adalah Systematic Qualitative Literature Review. Beberapa sumber data dipilih untuk me-lakukan  proses  pencarian  melalui  Sage  Journals, Science  Direct,  Scopus,  dan  Taylor  &  Francis. Scopus dipilih sebagai sumber utama karena me-rupakan  sumber  terlengkap  hingga  71  juta  data yang  dimiliki.  Sedangkan  Sage  Journals,  Science Direct,  dan  Taylor  &  Francis  digunakan  sebagai sumber  sekunder.  Pencarian  literatur  dilakukan berdasarkan PRISMA(Preferred  Reporting  Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses), yang mencakup identification, screening, eligibility, dan inclusion. Kriteria dan indikator data yang digunakan  akan  dijelaskan  lebih  rinci  sebagai  berikut.

Pada  proses  pertama  yaitu Identification, dilakukan   pencarian   jurnal   melalui  beberapa sumber  yang  tercantum  di  Library  Universitas Indonesia. Pencarian  jurnal   dilakukan   dengan beberapa kata kunci yang berkaitan erat  dengan Webtoon,  beberapa  di  antaranya  seperti manhwa yang  merupakan  istilah  umum  yang  digunakan   untuk  mengidentifikasi   komik   dari  korea, serta manga yang merupakan istilah yang berarti komik  jepang. Pada  tahap  ini,  diperoleh  40  hasil pada   Scopus   melalui   penyaringan   kata   kunci “webtoon” dan “manhwa” yang berada di judul, abstrak,  dan keyword.  Pada  Sage  Journals,  diperoleh 31 hasil dengan penyaringan keywordyang menggunakan kata “webtoon”, “manhwa”, dan “manga”, sedangkan pada Science Direct diperoleh  196  hasil  dengan  penyaringan  Abstrak  dan Judul yang menggunakan “webtoon”, “manhwa” dan “manga”, kemudian pada Taylor & Francis di dapatkan   231   hasil   menggunakan   keyword “webtoon”, “manhwa”, dan “manga”. Melalui  proses Screening,  ditetapkan  kriteria  yang  harus  dipenuhi  agar  jurnal  digunakan sebagai data. Kriteria-kriteria tersebut adalah: (a) Jurnal  harus  berbahasa Inggris dan  Indonesia, serta diterbitkan  secara  internasional;(b) Meng-gunakan webtoonsebagai  konsep  utama  dalam penelitian  teknologi  komunikasi;(c) Dipublikasi pada 2017-2023,  ketika webtoonbesutan  Naver mulai  mendunia;(d)  Tipe  dokumen  berbentuk jurnal   artikel;dan   (e)   Area   subjek   ialah   dari ranah ilmu sosial.

Eligibility merupakan  proses  ketiga  di  mana  jurnal-jurnal  dari  hasil  proses screening ditelaah  secara  manual  dengan  membaca  abstrak dari  setiap  penelitian.  Pada  tahap  ini,  fokus  utama  adalah  mencari  jurnal  terkait  pemanfaatan webtoon dalam  berbagai  bidang  serta  bagaima-na  keadaan  industri  tersebut  di  Indonesia.  Topik selain webtoon atau  artikel  jurnal  yang  tidak terkait webtoontidak akan dimasukkan ke dalam data  penelitian.  Dari  proses  ini,  ditemukan  total 12  artikel  jurnal  yang  memenuhi  kriteria  dan dapat  digunakan  sebagai  data  penelitian.  Pada proses Inclusion,  dilakukan  pencarian  jurnal  di Google  Scholar  untuk  menemukan  artikel  jurnal yang  tidak  terdaftar  pada  ketiga  sumber  data yang   terpilih.   Pada   pencarian   ini,   ditemukan tujuhjurnal  tambahan  yang  memenuhi  kriteria dan akan dimasukkan sebagai data.

Hasil dan pembahasan : 
Sebagai media teknologi komunikasi yang memiliki  riwayat  perkembangan  cukup  pesat  pada  abad-21,  penggunaan webtoon dimanfaatkan  dalam  berbagai  bidang.  Tidak sesederhana  menyajikan  hiburan  visual  dengan  cerita  menarik,  namun dapat dimanfaatkan untuk mengemas nilai-nilai yang ingin disampaikan dengan lebih efektif, sehingga  memengaruhi  model  bisnis  dalam  industri webtoon. Walaupun merupakan media baru dan belum banyak peminatnya, namun sudah terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk  mengetahui  bagaimana  pemanfaatan webtoon dalam  berbagai  bidang,  baik  secara  kuantitatif maupun kualitatif.

Dari  keseluruhan  jurnal  yang  dikaji,  Sebanyak  delapan  jurnal  (42%)  meneliti  bagaimana kelayakan   dari   pemanfaatan webtoonsebagai media  teknologi  komunikasi  untuk  pendidikan atau  edukasi.  Sebanyak  lima  jurnal  (26%)  berfo-kus pada bagaimana webtoon dimanfaatkan untuk memperkenalkan kebudayaan digital serta fenomena-fenomena  baru.  Empat  jurnal  (21%) memiliki  tema  yang  serupa,  namun  lebih  berfo-kus pada bagaimana transisi media menjadi digi-tal  dimanfaatkan  secara  efektif  pada webtoon. Sedangkan  sebanyak  dua  jurnal  (11%)  meneliti mengenai  pemanfaatan webtoon sebagai  media periklanan digital.

- Pemanfaatan Webtoon Banyak Digunakan dalam Bidang Edukasi
Melalui  kajian  yang  telah  dilakukan,  dapat  dite-mukan   bahwa webtoon dapat  dimanfaatkan dalam  berbagai  bidang,  salah  satu  bidang  yang paling  banyak  memanfaatkan webtoonialah  bidang pendidikan  atau  edukasi. Sudah  dibuktikan melalui berbagai penelitian bahwa webtoon adalah  media  yang  dapat  digunakan  sebagai  bahan pembelajaran  dan  media  edukasi,  sehingga  kontribusinya  dalam  dunia  pendidikan  dan  edukasi saat  ini  cukup  besar.  Di  Indonesia  sendiri  terdapat   sedikitnya limajurnal   yang   membahas pemanfaatan webtoon sebagai   media   edukasi dan  seluruhnya  memberikan  hasil  positif.  Beberapa   di   antaranya   menjelaskan   dengan   detail terkait  pengaruh webtoon sebagai  media  untuk meningkatkan pemahaman bacaan, membangun pemikiran  kritis,  meningkatkan  kreativitas,  dan mengembangkan  motivasi  membaca  (Syahid& Khoirotunnisa, 2021; Erya & Pustika, 2021). Web-toonsebagai  media  teknologi  komunikasi  juga dibuktikan  pantas  sebagai  media  belajar  di  SMP (Alfianiet  al.,  2018)  dan  menanamkan  sikap  positif  berupa  toleransi  terhadap  siswa  SD,  sehingga   dalam   tingkat   anak   sekolah,   pemanfaatan webtooncukup  efektif  sebagai  media  pembelajaran.

- Pemanfaatan Webtoon Sebagai Katalis Penyebaran Budaya
Dalam  peralihannya  menuju  era  digital, pemanfaatan webtoon menciptakan  fenomena-fenomena unik yang sebelumnya tidak ditemukan pada media komik cetak. Salah satu fenomena yang cukup  menarik  adalah  fenomena  transkreasi,  di mana  para  pembaca  dapat  dengan  bebas  membuat  ulang  suatu  karya  dengan  penerjemahan dan  penafsiran  masing-masing,  dan  karya  terse-but  dapat  dirilis  pada platform resmi,  termasuk platfrom dimana  karya  aslinya  dimuat.  Sebuah penelitian    yang    menganalisis    fenomena    ini menemukan bahwa gagasan partisipasi aktif dari fans sebuah  komik  dapat  tersebar  dengan  luas dan  mudah  di  industri webtoon.
Penelitian  ini menunjukkan   bahwa   transkreasi   yang   terjadi dalam  industri  ini  mengindikasikan  bahwa  para fansatau  pembaca  ingin  mengekspresikan  antusiasme  terhadap  karya webtoon tersebut,  serta ingin  memfasilitasi  sosialisasi,  dan  menciptakan rasa  kepemilikan  terhadap  komunitas  transkreasi.  Melalui  fenomena  ini,  para fans mengaku bahwa   mereka   dapat meningkatkan  keahlian berbahasa mereka dengan harapan memperoleh keuntungan  terkait  karir.  Melalui  proses  transkreasi,  para fans berandil penting  dalam  globalisasi webtoon sebagai  media  teknologi  komunikasi  (Nam  &  Jung,  2022).Telah  terbukti  juga bahwa webtoon yang  diterjemahkan  ke  bahasa yang  dimengerti  pembacanya  meningkatkan  ketertarikan  terhadap webtoon tersebut  (Rohan  et al., 2021)

- Bagaimana Pengiklan Memanfaatkan Webtoon sebagai Media Baca Baru
Jika  komik  cetak  mengandalkan  penjualan  dan royalti  sebagai  pemasukan, webtoon menawarkan   strategi   yang   berbeda,   yaitu   periklanan. Bentuk digital  dari  komik  membuatnya  dapat diakses  dengan  lebih  mudah,  sehingga  tersebar dengan  luas  dan  memiliki  pasar  yang  semakin besar.  Hal  ini  menyebabkan  model  bisnis  baru dalam   dunia   komik,   yaitu   periklanan digital. Beberapa  penelitian  juga  telah  dilakukan  terkait pemanfaatan webtoon sebagai media periklanan.  Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Jong  Yoon Lee,  Jae  Hee Park,  dan  Jong  Woo  Jun  (2019) menggunakan  survei  mencari  tahu  tentang  faktor yang memengaruhi sikap konsumen dan intensi electronic word-of-mouth(eWOM) terhadap  merek webtoondi  Korea.  Penelitian  ini  menunjukkan adanya keterkaitan secara berurut dari  merek webtoonterhadap  emosi  pembaca (paling  tinggi),  transportasi,  pengetahuan  persuasi,  serta  kepercayaan  periklanan  (paling  rendah).  Dijelaskan  lebih  lanjut  bahwa  emosi  pembaca  yang  berupa  kesan  dan  kesenangan  terhadap  merek webtoonmempengaruhi  sikap  dan intensi eWOM, sedangkan kepercayaan periklanan  memberikan  efek  terhadap  sikap  dan  intensi perilaku. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa  emosi  pembaca  pertama  kali  terpicu  ketika mereka  terpapar  merek webtoon berdasarkan cerita   bencana   alam. Setelah   itu,   konsumen dikabarkan  memiliki  pengalaman  empati  yang terkait  dengan  transportasi  dalam  penelitian  ini. Selama  pengalaman  emosional,  mereka  menjadi kurang  peka  terhadap  stimulus  persuasif.  Pada akhirnya,  mereka  dilaporkan  memiliki  keyakinan positif  tentang  pesan  tersebut.  Model  tingkatan ini   menjelaskan   langkah-langkah   yang   dimiliki konsumen  periklanan  untuk  pemrosesan  infor-masi merek webtoon(Lee et al., 2019). Webtoon kini  banyak  dimanfaatkan  untuk mencari  pemasukan  melalui  kontennya  dalam bentuk  iklan  teks  dan  tampilan  (Jin  &  Feenberg, 2015). Banyaknya   protes   terhadap   rendahnya pemasukan webtoonist,  Naver  Corporation selaku  perilis  aplikasi webtoon bereksperimen  sebuah bentuk periklanan yang baru, yaitu Page Profit Share(PPS), berupa iklan visual menggunakan gambar  dan  karakter  dari webtoon untuk  mempromosikan  sebuah  produk.  Iklan  jenis  ini  biasanya  ditampilkan  di tengah  atau  di  akhir cerita. Ditemukan artikel berupa jurnal yang merupakan bentuk  protes  terhadap  iklan  tembakau  dalam webtoon. Ketatnya  regulasi  tembakau  di  Korea menciptakan  atmosfir  antitembakau  di  negara tersebut,  sehingga  industri  tembakau  mencari cara  baru  untuk  memasarkan  produknya (Kim  & Lee, 2017). Berkat perkembangannya yang melesat, webtoonmenjadi strategi baru industri tembakau   untuk   melancarkan   iklannya,   di   mana produk  tersebut  digambarkan  secara  mendetail dalam situasi karakter webtoonyang mengguna-kannya   secara   umum,   bahkan   di   lokasi non-smoking.  Sebagai  media  baru, webtoonbelum memiliki regulasi seperti batasan umur terhadap konten  tertentu,  sehingga  industri-industri  yang kurang  pantas  seperti  industri  tembakau  memiliki kebebasan  untuk  memasarkan  produknya  di webtoon.  Hal  ini  menjadi  sebuah  tamparan  dan harapan  agar diadakannya  peraturan  yang  lebih baku terhadap isi konten di webtoon(Kim & Lee, 2017).


JURNAL 8
Judul : Tinjauan Buku Anime, Cool Japan, Dan Globalisasi Budaya Populer Jepang.
Penulis : Masao Yokota dan Tze-yue G. Hu (ed).
Link : https://core.ac.uk/download/pdf/235985649.pdf

Tanggal 10 Desember 2014 mungkin menjadi hari yang ditunggu-tunggu bagi sebagian masyarakat Indonesia penggemar Doraemon, serial animasi populer asal Jepang tentang robot kucing dari abad ke-21. Pada hari itu, diluncurkan film terakhir Doraemon bertajuk “Doraemon: Stand by Me” (STAND BY ME ド ラえもん). Banyak fans dari berbagai kelompok usia, terutama kalangan menengah, dengan antusias pergi ke salah satu jaringan bioskop ternama untuk menyaksikan pemutaran perdana film animasi ini. Tiket pra jualnya pun telah habis terjual enam hari sebelum hari-H pemutaran. Tingginya antusiasme para penggemar Doraemon ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga di 56 negara tempat film ini diputar. Hal ini menandakan bahwa Doraemon telah berhasil meraih dan mempertahankan popularitasnya di banyak negara.

Doraemon hanyalah satu dari sekian banyak anime Jepang yang populer di seluruh dunia. Sebagai salah satu bentuk budaya populer Jepang yang telah banyak dikenal masyarakat dunia, khususnya para penggemar budaya populer Jepang, anime (アニメ; Japanese animation) kini memang tidak hanya bisa dilihat sebagai sebuah karya seni dan media hiburan semata, namun juga sebagai sebuah fenomena global. Di Jepang sendiri, anime merujuk pada semua semua jenis film animasi tanpa mengindahkan dari negara mana animasi tersebut berasal. Namun di luar Jepang, kata anime lebih sering diasosiasikan secara spesifik dengan ‘animasi Jepang’. Dalam artikel ini, definisi anime yang digunakan adalah definisi yang kedua.

Berbicara anime sebagai fenomena global, tidak pernah terlepas dari konsep Gross National Cool (GNC) yang diperkenalkan McGray (2002) dan juga konsep soft power-nya Joseph S. Nye (2004). Dalam artikelnya, McGray (2002) berargumen bahwa Jepang tidak lagi relevan disebut sebagai negara super-power dalam konteks Gross National Product (GNP), seperti Jepang era tahun 1980-an. Ia menilai Jepang lebih cocok disebut sebagai negara culturalsuper-power dalam konteks Gross National Cool (GNC). Meminjam istilah Joseph S. Nye (2004), Jepang bisa dikatakan sebagai negara superpower dalam konteks soft-power karena ia dinilai memiliki kekuatan untuk me-attract orang dari negara lain melalui budaya, nilai-nilai, maupun kemampuan diplomasinya, termasuk diplomasi anime. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pada tahun 2008, MOFA (Kementerian Luar Negeri Jepang) “menunjuk” karakter Doraemon sebagai Duta Anime seiring dengan diberlakukannya kebijakan diplomasi soft-power Jepang melalui budaya populer, yang nantinya berkembang menjadi kebijakan “Cool Japan” yang oleh banyak pihak dinilai kontroversial. Namun demikian, dengan segala kontroversinya, anime telah menarik perhatian banyak akademisi maupun praktisi untuk mengamatinya sebagai suatu fenomena global.

- Anime dan Penelitian Ilmiah di Jepang.
Anime yang saat ini telah menjadi komoditas internasional, semakin menarik perhatian banyak akademisi maupun praktisi dari berbagai bidang maupun negara. MacWilliams (2011: 5) menyebut dua urgensi penelitian mengenai anime. Pertama, anime merupakan bagian kunci dalam budaya visual populer di Jepang. Di tengah besarnya peran media massa (masu-komi) dalam masyarakat Jepang, anime dan juga manga (komik Jepang) menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Jepang yang sangat visual. Kedua, anime berperan penting dalam pembentukan mediascape global, baik cetak maupun elektronik. Sontag (2003) sebagaimana dikutip dalam McWilliams (2011, 3) menyebut Jepang sebagai “image world” dimana media massa Jepang yang sangat visual dikonsumsi oleh tidak hanya masyarakat Jepang sendiri, namun juga kini oleh masyarakat global. Namun demikian, seperti yang diungkapkan dalam buku ini, masih terdapat beberapa kendala yang kerap ditemui dalam penelitian anime, seperti misalnya keterbatasan akses terhadap sumber data dan masalah perbedaan sudut pandang.

Sebagian besar publikasi dan sumbersumber primer tentang anime pada awalnya, hanya tersedia dalam bahasa Jepang, termasuk yang dipublikasikan di jurnal anime terbitan Asosiasi Studi Anime di Jepang, Japanese Journal of Animation Studies. Hal ini menyebabkan para peneliti anime non-penutur Bahasa Jepang merasa kesulitan. Di samping bahasa sumber, masalah perbedaannya sudut pandang juga merupakan tantangan yang dihadapi oleh para peneliti anime yang sebagian besar berasal dari latar belakang pendidikan yang spesifik, misalnya kajian film dan media, kajian budaya, ilmu komunikasi, dan sebagainya, yang notabene kurang memiliki pengetahuan tentang konteks sosial budaya Jepang (Hu, 2013, 4-6). Berangkat dari permasalahan tersebut, buku ini diterbitkan sebagai media publikasi hasil-hasil penelitian mengenai anime yang berangkat dari sudut pandang akademisi maupun praktisi yang langsung diterjemahkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa Inggris, supaya dapat menjangkau pembaca yang lebih luas. 

Perkembangan studi anime di Jepang ini tidak terlepas dari kehadiran Japan Society for Animation Studies (JSAS, Nihon Animeshon Gakkai). Awalnya, anime di Jepang tidak pernah dikaitkan dengan sesuatu yang ilmiah. Seringkali ia hanya dipandang sebagai sebuah karya seni yang tidak bisa diberi label ‘ilmiah’, meskipun pada masa itu, tidak sedikit anime yang dimanfaatkan sebagai rujukan primer maupun sekunder dalam penelitian-penelitian ilmiah (Koide, 2013, 58). Namun demikian, seiring dengan meningkatnya jumlah penelitian mengenai anime, sejumlah peneliti dan praktisi media seperti Koide Masashi dan Ikeda Hiroshi, mulai tergerak untuk mendirikan apa yang kini dikenal sebagai JSAS pada bulan Juli tahun 1998. Kehadiran JSAS ini juga diikuti oleh penerbitan Japanese Journal of Animation Studies pada bulan Oktober di tahun yang sama. Memasuki tahun 2000-an, mulai dibuka departemen dan program studi khusus animasi di lingkungan pendidikan tinggi di Jepang, antara lain di Tokyo Polytechnic University, Tokyo Zokei University, Kyoto Seika University, dan Tokyo University of the Arts. Menariknya, Ketua JSAS saat itu bahkan diminta rekomendasinya sebagai syarat perizinan pembukaan program studi animasi ke MEXT (Kementerian Dikbud, Olahraga, dan IPTEK Jepang).

- Perkembangan Anime di Asia Timur.
Beberapa isu menarik dalam buku ini antara lain mengenai perkembangan anime dalam konteks historis transnasional dengan negaranegara tetangga Jepang, pengaruh apa yang anime berikan kepada mereka, serta konteks politik di balik produksi dan konsumsi anime di kawasan tersebut (Hu, 2013, 14). Buku ini dibuka dengan deskripsi sejarah perkembangan anime di Jepang, yang berakar dari perkembangan manga (Tsugata, 2013, 25-30). Di tengah masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi konformitas di hadapan orang lain (建前、tatemae), dan juga di tengah masa krisis akibat gejolak perang dunia II, manga saat itu menjadi media ekspresi terbaik bagi banyak seniman Jepang saat itu untuk mencurahkan pemikirannya dalam bentuk story manga yang kemudian banyak diadaptasi ke dalam bentuk anime. Anime diproduksi pertama kali pada tahun 1917, namun masih sebatas film animasi pendek berdurasi dua hingga lima menit yang sebagian besar bercerita tentang folk tales masa itu. Anime terus berkembang dengan dipengaruhi oleh konteks sosial politik pada masanya. Berbagai anime diproduksi, mulai dari anime bertema propaganda perang seperti Momotaro no Umiwashi (Momotaro’s Sea Eagle) yang menggelorakan semangat perang yang mengambil latar waktu saat Jepang menyerang Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941 (Watanabe, 2013, 104), hingga anime yang merefleksikan harapan akan kebangkitan sains dan teknologi pascaperang, Tetsuwan Atomu ( 鉄腕アトム、atau yang lebih dikenal di dunia internasional dengan sebutan “Astro Boy”). Anime Astro Boy ini menjadi serial TV anime pertama di Jepang yang disiarkan pada tahun 1963-1966, serta merupakan salah satu anime paling penting dalam studi perkembangan anime di Jepang dan sekitarnya. Oleh karena itu, beberapa artikel dalam buku ini menjadikan anime ini sebagai objek kajian.

- Dari Anime ke Cool Japan. 
Masalah globalisasi anime yang sebetulnya telah dimulai sejak tahun 1960-an ini, juga menarik dibahas dalam konteks kekinian. Namun, konteks kekinian inilah yang belum dibahas secara khusus dalam buku ini. Buku ini diterbitkan tahun 2013, saat Pemerintah Jepang tengah gencar-gencarnya mengaktualisasikan kebijakan Cool Japan yang telah diimplementasikan secara luas oleh MOFA (Kementerian Luar Negeri Jepang) sejak tahun 2007, sebelum diambil alih oleh METI (Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Perindustrian Jepang) pada tahun 2011. Buku ini akan semakin mempunyai nilai lebih jika ada bagian khusus yang menganalisis globalisasi anime dalam kerangka Cool Japan yang saat buku ini diterbitkan sebenarnya sudah berjalan.

METI (2015a) mendefinisikan Cool Japan sebagai kebijakan strategi diplomasi Jepang melalui budaya populer dan industri kreatif, termasuk anime, manga, kuliner, film, musik, dll, yang melibatkan pihak pemerintah dan juga swasta. Sebagai sebuah kebijakan strategis, Cool Japan juga dilingkupi oleh pro dan kontra. Awalnya, Cool Japan merupakan sebuah program tentang budaya populer Jepang yang disiarkan di NHK TV tahun 2004. Seiring berjalannya waktu, program TV tersebut kemudian mulai diadaptasi menjadi sebuah kebijakan diplomasi luar negeri oleh MOFA. Di bawah MOFA, Pemerintah Jepang mulai memanfaatkan budaya populer untuk membentuk citra positif Jepang di mata dunia (Nakamura dalam Yudoprakoso, 2013). Melalui Cool Japan, pemerintah Jepang seolah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa negaranya adalah negara yang baik, cinta damai, dan kaya akan budaya, tidak hanya budaya tradisional melainkan juga budaya populer seperti anime dan manga (Yudoprakoso, 2013). Pada tahun 2011, METI mengambil alih kebijakan Cool Japan yang berdampak cukup signifikan pada perubahan tujuan dari Cool Japan itu sendiri. Di bawah METI, pemerintah Jepang mulai berorientasi dan berfokus pada nilai profit yang dihasilkan dari industri budaya pop. Menurut METI, ada 18 sektor yang dinaungi oleh Cool Japan, mulai dari manga, anime, film, serial drama, sampai industri makanan dan fashion, digarap secara serius oleh pemerintah Jepang.  

Metode penelitian : 
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis kualitatif deskriptif. Metode ini mencakup:

1. Pengumpulan Data Sekunder : Artikel ini mengumpulkan informasi dari berbagai sumber literatur, termasuk jurnal akademik, artikel, buku, dan laporan terkait anime dan fenomena budaya populer Jepang.

2. Analisis Konseptual : Artikel ini menghubungkan konsep-konsep seperti Gross National Cool (GNC) dan soft power dengan fenomena anime, serta menjelaskan bagaimana konsep-konsep ini relevan dalam konteks globalisasi budaya Jepang.

3. Studi Kasus : Artikel memberikan studi kasus mengenai popularitas Doraemon dan bagaimana anime digunakan dalam diplomasi budaya Jepang melalui inisiatif seperti Cool Japan.

4. Peninjauan Historis : Artikel ini menyajikan sejarah perkembangan anime, mulai dari produksi awal hingga perannya dalam masyarakat Jepang dan di tingkat global.

5. Sintesis Teoritis : Artikel menggabungkan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu (kajian budaya, media, komunikasi) untuk menjelaskan fenomena anime sebagai bagian dari soft power Jepang.

Pendekatan ini memungkinkan penulis untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai anime sebagai fenomena global dan dampaknya terhadap budaya populer serta diplomasi internasional Jepang.

Hasil dan pembahasan (Kesimpulan) : 
Perkembangan anime sampai saat ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa perkembangan anime sebagai bagian dari budaya populer Jepang, juga diikuti oleh perkembangan industri kreatif yang merupakan produk turunan dari anime itu sendiri, seperti maraknya eventevent berbau Jepang, menjamurnya berbagai produk bernuansa anime, dan semakin banyaknya pegiat budaya populer Jepang. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan bagaimana memaknai masuknya budaya populer Jepang yang kian deras ini. Pada penyelenggaraan AFAID yang pertama kalinya tahun 2012, komik asli karya anak bangsa berjudul “Volt”, mulai diperkenalkan ke publik. Nama Volt diambil dari tokoh utamanya, Volt, seorang pahlawan super pembela kebenaran namun tetap membawa nilai-nilai bangsa Indonesia. Namun sayang, popularitas komik ini masih jauh tertinggal dengan komik Jepang ataupun anime yang notabene merupakan karya bangsa lain. 

Dengan memahami sejarah perkembangan anime dari awal kemunculannya hingga masa kini seperti yang disampaikan dalam buku ini, bisa diketahui bahwa anime bisa berkembang karena adanya sinergitas antara berbagai pihak di Jepang. Mulai dari kreator dan praktisi anime yang konsisten berkarya, akademisi yang terus mengkaji dan mengajarkan anime, serta pemerintah dan sektor swasta yang bersinergi dalam mengemas anime dalam industri kreatif hingga bisa diterima masyarakat global. Pemerintah Indonesia sebaiknya mulai memikirkan bagaimana seharusnya bertindak agar masuknya industri kreatif ini bisa bermanfaat juga bagi Indonesia, seperti yang Pemerintah Korea Selatan telah lakukan dengan melakukan beberapa adaptasi saat budaya populer Jepang masukke negaranya tahun 1960-1970-an. Di era internet saat ini, hal tersebut memang merupakan tantangan yang berat, karena arus informasi juga bergerak semakin cepat dan bebas, di samping perbedaan konteks sosial politik dengan masa lalu. Pemerintah Indonesia juga bisa belajar dari Jepang bagaimana mengemas industri kreatifnya untuk dijual ke seluruh dunia, sebagaimana yang telah Korea Selatan lakukan dengan Korean Wave3 -nya. Saat ini, tidak dapat dipungkiri, Korea Selatan telah menjadi salah satu negara saingan Jepang dalam hal budaya populer dan industri kreatif, selain Amerika dan Inggris. Apa yang perlu dilakukan masyarakat Indonesia adalah belajar mengadaptasi dan mengambil manfaat dari masuknya industri kreatif Jepang bagi pengembangan kemajuan industri kreatifnya sendiri. Hal ini akan bisa terlaksana apabila seluruh pihak bersinergi dan bekerjasama dengan baik, seperti yang telah Jepang lakukan terhadap Astro Boy, Doraemon, dan proyek Cool Japan-nya. Pada akhirnya, buku ini dapat dijadikan sebagai satu referensi untuk memahami perkembangan anime di Jepang, serta bagaimana ia memberikan pengaruh kepada kawasan lain, sebagai pelengkap sudut pandang akademisi Barat yang cenderung fokus pada pengaruh apa yang Barat berikan dalam perjalanan perkembangan anime di Jepang.


JURNAL 9
Judul : Makna Ragam Bahasa Jepang Danseigo Dalam Komik Doraemon Volume 3
Penulis : Vamelia Aurina Pramandhani.
Link : https://unaki.ac.id/ejournal/index.php/jurnal-culture/article/view/2 69/245

Bahasa Jepang memiliki bentuk keterampilan dalam percakapan yang berbeda dengan bahasa  lain  didunia,yaitu  ragam  bahasa Danseigodan  ragam  bahasa Joseigo. Ragam bahasa danseigo adalah ragam bahasa yang  sering  dipakai  oleh  pria  di  Jepang  ketika  berkomunikasi. Danseigo merupakan  bahasa  laki–laki yang  cenderung  kasar  dan  nonformal. Jarang ditemukan danseigo ketika acara formal. Biasanya pria menggunakan bahasa Jepang standart atau  menggunakan keigojika   lawan   bicaranya merupakan orang   terhormat. Rumusan masalah  pada  penelitian  ini  yaitu  bagaimana  makna dan  fungsi shuujoshi dalam danseigo yang  ditemukan  dalam  komik Doraemon  volume  3? Tujuan  penelitian  ini  adalah  untuk mengetahui makna dan  fungsi shuujoshi dalam danseigo yang  ditemukan  dalam  komik Doraemon volume 3. Metode penelitian  yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data  yang  digunakan  dalam  analisis  penelitian  ini  adalah  sumber  tertulis yaitu komik Doraemon  volume 3.  Dalam komik  ini  ditemukan bentuk  percakapan  yang menggunakan ragam bahasa dan seigo. Selain itu, juga ditemukan pemakaian shuujoshi (bunyi pada akhiran kalimat)(~sa,  ~kana/na,  ~yo,  ~ze,  ~zo) dan  penggunaan ninshou  daimeishi  (boku,  kimi, omae, aitsu, soitsu).Hal ini disebabkan karena tokoh komiknya didominasi oleh anak laki–laki. Maka dari itu penggunaan danseigo diketemukan dalam komik Doraemon Volume 3.

1. Teori Danjoatau Gender Danjo adalah  ragam  bahasa  Jepang  yang  tercipta  dari  dua  huruf  kanji  yakni kanji(男) yang berarti pria/ laki –laki dan kanji (女)yang berarti perempuan. Dalamilmu  sosiolinguistik,  istilah  gendermengacu  pada  perbedaan  jenis kelamin dari  penutur bahasa  tersebut  (pria  atau  wanita).  Berbagai  pengamat bahasa telah menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengguna bahasa olehpria dan wanita dalam berbagai masyarakat didunia. 
2. Perbedaan antara Danseigodan JoseigoRagam  bahasa  lisan  memiliki perbedaan   yang  mencolok  dari  penerapan danseigodan joseigopada kehidupan sehari –hari. Perbedaan ini terlihat sejak anak –anak  di  Jepang  berusia  3  tahun.  Ragam  bahasa  lisan  ini  juga  disebut dengan  bahasa gender. Gendermenjadi  peran  utama  dalam  pemaknaan  suatu bahasa  lisan  dan  bukan  ditentukan  secara  gramatikal.  Pererapan  bahasa  lisan berdasarkan genderbagi   beberapa   kelompok   penutur tertentu,   ada   yang diterapkan  secara  berkebalikan.    Saat  laki –laki  bicara  dengan  menggunakan joseigo,  maka  penutur  dianggap  memiliki  kepribadian  seperti  perempuan (waria).  Namun  hal  ini  tidak  menyalahi  aturan  secara  gramatikal.  Seangkan jika seorang penutur wanita bicara dengan menggunakan danseigo, maka akan menciptakan  kesan  sifat yang  kasar.  Perbedaan danseigodan joseigodapat ditemukan dalam beberapa aspek kebahasaannya seperti: kata benda  (meishi), kata ganti (dameishi), kata akhiran (shuujoshi) dan kata seru (kandoushi).
3. Penggunaan Danseigo dalam Shuujoshi Bahasa  Jepang  sangat identik  dengan  partikel.  Banyak  jenis  partikel  yang digunakan  dalam  penulisan  kalimat  bahasa  Jepang.  Letak  partikel  biasanya berada ditengah dan di akhir kalimat.  Ada beberapa partikel  yang ditemukan di akhir  kalimat  yang  disebut  shuujoshi.  Fungsi  partikel  ini  muncul  ketika sedang menggunakan bahasa Jepang lisan. Shuujoshi diucapkan dengan diikuti intonasi  suara  yang  bertujuan  untuk  menyampaikan  suatu  emosi  yang  sedang dirasakan  oleh  penutur.  Penerapan  shuujoshi  juga  dapat  berfungsi  untuk memperhasul  atau  mempertegas  kalimat  yang  dituturkan.  Beberapa  partikel shuujoshiyang   dipakai   dalam   bahasa   Jepang   lisan   ini   jugadibedakan berdasarkan gender. a. Shuujoshiuntuk danseigodiantaranya sebagai berikut: 
1. Ze: berfungsi untuk menyatak suatu keinginan Contoh : ―Shasshin toru ze. = ―ayo kita berphoto! 
2. Zo: Meski   terdengar   kasar,   namun   partikel   ini   berfungsi   untuk mempertegas  suatu  pernyataan. Selain  itu  juga  dapat  diterapkan  untuk menarik perhatian lawan tutur. Contoh : ―Minna ikuzo! = ―Ayo semuanya!!
3. Na:  Berfungsi  sebagai  larangan  atau  perintah. Namun,  jika  diucapkan dengan intonasi suara yang rendah, maka akan berubah fungsi menjadi suatu pernyataan pendapat. Contoh  :  ―Kono  sushi  wo  taberuna!‖  =  ―Jangan  makan  sushi  ini!‖ (larangan).

Metode penelitian : 
Pada  penelitian  kali  ini,  penulis  menerapkan  metode  penelitian deskriptifkualitatif.   Penelitian   deskriptif merupakan   salah   satu   cara penelitian yang dilakukan  dengan  menggunakan  suatu  objek  yang  sesuai  dengan  realita  untuk diinterpretasikan Penelitian deskriptif juga disebut penelitian noneksperimen. Pada penerapan  metode  penelitian  ini peneliti dilarang melakukan  manipulasi  variabel dan harus menyajikan fakta. Sehingga peneliti murni hanya mendeskripsikan hasil penelitiannya. Deskriptif kualitatif   adalah metode penelitian   yang menerapkan metode pengumpulan  data  yang  didapat  secara  langsung  dari  narasumber,  baik  secara tulisan maupun lisan. Pengumpulan   data   dengan   menggunakan   metode   ini dilakukan   dengan cara   wawancara   langsung   kepada   narasumber,   melakukan observasi  ke  lapangan  serta  juga  didapatkandari  hasil  diskusi.  Dari  data–data yang  dikumpulkan   seorang   peneliti,   akan    dikembangkan   menjadi   sebuah rangkuman data yang kompleks.

Hasil dan pembahasan (Kesimpulan) :
Bahasa  Jepang memiliki dua jenis  bahasa yakni formal  dan  informal.  Bahasa formal  digunakan ketika perkenalan  atau  pada  suatu  acara  resmi  dan  berhadapan dengan  orang  yang  kedudukannya  lebih  tinggi  atau lebih  dihormati. Sedangkan bahasa  informal  digunakan  pada  sesama  teman  yang  sudah  akrab  atau  dengan keluarga. Suatu  keterampilan sangat  dibutuhkan dalam penyampaian suatu bahasa. Bahasa  Jepang mempunyai keterampilan yang  berbeda dalam  percakapan dengan bahasa lain didunia yaitu adanya ragam bahasa Danseigo dan ragam bahasa Joseigo. Danseigo adalah  ragam  bahasa Jepang  lisan yang  dipakai oleh laki –lakidi Jepang.  Umumnya danseigo merupakan  bahasa lisan yang dapat  memunculkan karakter  sifat kasar  dan  nonformal pada  penuturnya  yakni  laki –laki. Danseigo jarang  ditemukan saat  ada  acara  formal. Biasanya  pria  menggunakan  bahasa  Jepang umum atau  menggunakan keigo (bahasa  sopan  tingkat  tinggi) jika  lawan  bicaranya merupakan orang terhormat. Penggunaan shuujoshi pada danseigo bertujuan  sebagai  penegasan  suatu kalimat.  Bentuk shuujoshi dalam danseigo antaralain ~ze  ;  ~zo  ;  ~sa  ;  ~nadan sebagainya.  Setiap shuujoshi pada  setiap  kalimat memiliki maknayang  berbeda.


JURNAL 10 
Judul : Hubungan Antara Intesitas Membaca Komik Jepang Bertema Kepahlawanan dengan Perilaku Menolong pada Remaja.
Penulis : Angki Trasna Putri. S
Link : https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/25311

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara intensitas membaca komik Jepang yang bertema kepahlawanan dengan perilaku menolong pada remaja. Dugaan awal yang diajukan pada penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara intensitas membaca komik Jepang bertema kepahlawanan dengan perilaku menolong pada remaja. Semakin tinggi intensitas membaca komik tersebut, maka semakin tinggi pula terjadinya perilaku menolong pada remaja. Sebaliknya semakin rendah intensitas membaca komik tersebut, maka semakin rendah pula terjadinya perilaku menolong pada remaja. Subyek pada penelitian ini adalah siswa-siswi SMA yang berusia antara 15-18 tahun. Uji coba penelitian dilakukan di SMAN 1 Depok Sleman Yogyakarta. Adapun skala yang digunakan adalah skala intensitas membaca komik Jepang yang terdiri dari beberapa aspek yaitu frekuensi membaca,biaya yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan, semangat mendapatkan komik dan berjumlah 15 aitem. Sedangkan skala perilaku menolong yang memiliki aspekaspek antara lain kebaikan hati, derma, peran serta dalam keadaan darurat berjumlah 60 aitem. Dan untuk penelitiannya sendiri dilakukan di SMAN 6 Yogyakarta. Setelah melakukan uji coba, maka skala intesitas membaca komik Jepang berubah menjadi 11 aitem dan untuk skala perilaku menolong menjadi 36 item. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan SPSS versi 10.00 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan positif antara intensitas membaca komik Jepang bertema kepahlawanan dengan perilaku menolong pada remaja. Korelasi product moment dari Karl Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,351 yang artinya adalah adanya hubungan yang signifikan antara intensitsas membaca komik Jepang bertema kepahlawanan dengan perilaku menolong pada remaja.

Metode penelitian : 
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode kuantitatif korelasional.

JURNAL 11 
Judul : Komik : Media Pembelajaran
Penulis : Makmun
Link : https://journal.unismuh.ac.id › ...PDF

Jurnal Pendidikan Seni Rupa Komik : Media Komunikasi Pembelajaran
Menurut Pranata (2003), seseorang akan belajar secara maksimal jika berinteraksi dengan stimulus yang cocok dengan gaya belajarnya. Dengan demikian, mahasiswa desain komunikasi visual akan dapat belajar secara maksimal jika yang bersangkutan belajar dengan memanfaatkan materi atau media yang bersifat visual. Materi atau media yang bersifat visual tersebut antara lain dapat berbentuk peta (maps), diagram, poster, komik, dan media belajar berbasis komunikasi visual lainnya. Komik sebagai media pembelajaran merupakan salah satu media yang dipandang efektif untuk membelajarkan dan mengembangkan kreativitas mahasiswa desain komunikasi visual.

Seperti diketahui, komik memiliki banyak arti dan debutan, yang disesuaikan dengan tempat masing-masing komik itu berada. Secara umum, komik sering diartikan sebagai cerita bergambar. Scout McCloud (2001) memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar- gambar serta lambang lain yang ter-jukstaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, utuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur3. Komik bukan cuma bacaan bagi anak-anak. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara popular dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih dimengerti, dan alur membuatnya lebih mudah untuk diikutidan diingat. Dewasa ini komik telah berfungsi sebagai media hiburan yang dapat disejajarkan dengan berbagai jenis hiburan lainnya seperti film, TV, dan bioskop. Komik juga merupakan media komunikasi visual dan lebih daripada sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien. Seperti diketahui, gaya belajar terdiri atas gaya visual, gaya auditori, dan gaya keptik. Gaya belajar visual merupakan gaya belajar yang lebih mengandalkan indera visual untuk menyerap informasi. Mahasiswa desain komunikasi visual diduga cenderung memiliki gaya belajar visual. Kecenderungan ini terbentuk karena dalam kesehariannya mahasiswa yang bersangkutan lebih berinteraksi dengan objek visual.

Komik sebagai media, berperan sebagai alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Komik sebagai media pembelajaran merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara pelajar (mahasiswa) dan sumber belajar (dalam hal ini komik pembelajaran). Komunikasi belajar akan berjalan dengan maksimal jika pesan pembelajaran disampaikan secara jelas, runtut, dan menarik. Pesan pembelajaran yang baik memenuhi beberapa syarat. Pertama, pesan pembelajaran harus meningkatkan motivasi pelajar. Pemilihan isi dan gaya penyampaian pesan mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pelajar. Kedua, isi dan gaya penyampaian pesan juga harus merangsang pelajar memproses apa yang dipelajari serta memberikan rangsangan belajar baru.

Metode penelitian : 
Metode penelitian dalam jurnal ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.


JURNAL 12
Judul : Pembelajaran Interaktif Melalui Media Komik Sebagai Solusi Pembelajaran di Masa Pandemi. 
Penulis : Tri Mulyati, Rida Fironika Kusumadewi, Nuhyal Ulia.
Link : https://journal.uniku.ac.id/index.php/pedagogi/article/view/4054

Kegiatan belajar interaktif bukan menekankan pada hasil namun lebih ke proses belajar, sehingga bagaimana seorang guru dapat membuat siswa lebih mudah menguasai pelajaran yang tidak diperoleh dari kegiatan menghafal namun dari mengalami atau pengalaman. Dalam mempermudah memahami pelajaran perlunya alat atau media penunjang, pada masa pandemic media memiliki peran penting dalam meraih tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pembelajaran interaktif melalui media komik bagi siswa kelas II sebagai solusi pembelajaran dimasa pandemi. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif. Data hasil penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara dan angket yang diambil dari beberapa responden sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran interaktif melalui media komik sebagai solusi pembelajaran dimasa pandemic cukup memenuhi kriteria dan memberikan nuansa baru dalam pembelajaran serta meningkatkan hasil belajar siswa. Diharapkan pendidik menguasai strategi yang digunakan dan memaksimalkan dalam penggunaan media.

Metode Penelitian : 
Metode penelitian dalam Jurnal ini adalah Deskriptif kualitatif. 


JURNAL 13
Judul : Kebudayaan Lokal dalam Komik Superhero Indonesia
Penulis : Rendya Adi Kurniawan.
Link : https://journal.isi.ac.id/index.php/invensi/article/view/1803/531

Komik superhero adalah salah satugenre komik yang cukup berkembang di dunia, termasuk di Indonesia. Komik superhero adalah sebuah komik yang menceritakan perjalanan seorang Superhero atau lebih, dalam menjalankan misinya memperjuangkan nilai-nilai kebaikan bagi kepentingan umum. Karena dalam penelitian ini difokuskan pada komik superhero Indonesia, maka yang akan menjadi bahan penelitian adalah komik-komik superhero yang berasal dari Indonesia. Komik genre ini mulai berkembang pada era tahun 50an. “[...], misalnya Sri Asih. Komik yang diterbitkan sejak tahun 1954, [...], melukiskan petualangan perempuan super [...] dan dianggap sebagai komik Indonesia pertama.” (Bonneff, 2008:24). Bila komik Sri Asih ciptaan Kosasih ini dijadikan patokan bagi awal pertumbuhan komik Indonesia, maka tak salah bila Sri Asih juga dikatakan sebagai pelopor munculnya komik dengan genre superhero. 

Superhero Indonesia adalah tokoh komik pahlawan super yang diciptakan dan
diterbitkan di Indonesia. Secara umum, bisa diartikan sebagai pahlawan super. Artinya adalah karakter yang mempunyai kekuatan super, dan memanfaatkan kekuatan tersebut untuk menolong yang membutuhkan. Namun ,Menurut Peter Coogan dalam artikelnya yang berjudul “The Definition of Superhero” (2007), karakter tersebut layak dianggap sebagai seorang superherojika memenuhi beberapa kriteria. Menurut Coogan, “aSuperhero is “a heroic character” with a mission, super powers and a specific,recognizable identity”(Coogan, 2007:21). Dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai misi, kekuatan dan identitas yang spesifik dan mudah dikenali. Secara garis besar definisi superheroIndonesia adalah karakter pahlawan yang memiliki misi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan tanpa pamrih, memiliki kekuatan super, memiliki identitas rahasia untuk melindungi jatidirinya serta   merupakan hasil kreasi asli dari Indonesia. Adapun contoh komik yang digunakan dalam penelitian ini adalah komik Nusantaranger dan komik Titisan Gatotkaca. Pemilihan tersebut berdasarkan satu alas an pokok yaitu komik Nusantaranger dan Titisan Gatotkaca merupakan dua komik yang mengedapankan penggunaan kebudayaan lokal sebagai ide besar untuk mengerjakan konsep cerita dan desain karakternya. Bila komik Nusantaranger menggunakan kebudayaan lokal dari berbagai daerah di Nusantara yang kemudian dijadikan satu dalam komik tersebut, maka komik Titisan Gatotkaca memilih menggunakan kebudayaan local yang lebih spesifik, yaitu wayang.

Metode penelitian : 
Dalam penelitian ini, akan digunakan pendekatan visual methodologies dari Gillian Rose(2001). Metode ini dipilih setelah menelaah dalam penelitian visual ,Penelitian visual dibagi menjadi tiga sudut pandang area yang dapat diambil oleh peneliti. Ketiga sudut pandang tersebut adalah the site of the production of an image,the site of imageit self dan site where it is seen by various audience. 


JURNAL 14
Judul : Perkembangan Trend Membaca Komik Pada Era Digital di Indonesia.
Penulis : Dimas Arianto Putro, Irwansyah. 
Link : file:///C:/Users/MyBook%20Hype/Downloads/PERKEMBANGAN_TREN_
MEMBACA_KOMIK_PADA_ERA_DIGITAL_D.pdf

Transformasi digital yang terjadi pada bidamg seni, termasuk pada komik, tentunya mendapat berbagai respon dari pencipta karya, penggiat ataupun sekedar penikmat komik itu sendiri. Menurut topreneur.id saat mewawancara Head of Business Developmentdari CIAYO comics, Krishnawan Adhie, pada 2019, CIAYO comics sudah menarik sebanyak 30 juta pembaca sejak mereka pertama kali meluncurkan komik-komik digital mereka di internet dan mereka optimis angka ini akan terus meningkat seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, sekaligus perkembangan dari para komikus sendiri (topreneur.id, 2019). Para penggemar komik di Indonesia melihat perkembangan komik pada saat ini sebagai kemajuan dari teknologi itu sendiri. Popularitas komik digital atau online terus berkembangan dan meningkat sejak awal komik digital muncul dan populer. Data dari similarweb.com, untuk platform webtoon pada periode April hingga Juni 2020, laman tersebut dikunjungi sebanyak 27.08 juta kunjungan di Indonesia, dan mencapai hingga 53.81 juta kunjungan secara global pada bulan juni 2020 (similarweb.com, 2021). Keberadaan komik digital awalnya dinilaisebagai penggerus komik versi cetak, namun di Indonesia keberadaan komik cetak tetap masih digemari oleh penggemar komik.

Metode penelitian : 
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian studi kasus dengan paradigma Kualitatif. Studi kasus adalah pendekatan yang menonjol dalam ilmu sosial dan salah satu yang, menurut pengalaman kami, sangat populer di kalangan pascasarjana siswa (Rule, Balfour & Davey, 2011). Meskipun ini popularitas, pendekatan telah menjadi subjek kritik dan kebingungan dalam jurnal ini dan di tempat lain. Van Wynsberghe dan Khan (2007) menarik perhatian pada anomali itu, meski teratur penggunaan studi kasus, banyak definisi yang tidak teratur dan buruk. Verschuren (2003) menunjukkan ambiguitas dan kurangnya kejelasan tentang objek studi dan bagaimana objek ini belajar. Flyvbjerg (2006) terlibat dengan dan menghilangkan prasangka lima umum kesalahpahaman tentang penelitian studi kasus.


JURNAL 15
Judul : 
Penulis :
Link : 


Analisis Semiotika Tentang Cover Buku Seri Harry Potter.

Analisis Semiotika Tentang Cover Buku Harry Potter. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna dan simbolisme yang terkandung...